Kun FamilyProfile
Name : Kun Family
Leader : Haji Amil
Likes : Chocolate, Strawberry and Coffe
No Ripping, Spamming and even Cursing!
Be what you are
Don't forget to give comments ! oh and this layout credit to :http://simpleprincess.choco-drops.com/
Thanks!
~Kun Brother :)
Episode 2 : Love for Dong-suk, but it’s not really love for him
Liburan di Hokkaido belum berakhir bagi SSJ. Tak tanggung – tanggung mereka berenam menghabiskan waktu dengan bermain di pantainya.
”Hari ini Saito bersedia mengantar kita dengan kapal untuk memancing ke laut !” seru A-goong memberikan kabar kepada Boo-wo dan Dong-suk.
”Benarkah ? Ah ... bagus sekali, kalau begitu akan segera bersiap !” seru Dong-suk bersemangat. Ia berlari menuju kamarnya untuk segera bersiap – siap.
”Lantas bagaimana dengan kami ?” tanya Yuki.
”Kau bisa meminta Susumu untuk membantu perjalanan kalian,” jawab Boo-wo.
”Aku ingin ikut memancing bersama kalian, boleh ?” tanya So-hyun dan Ye-ri kompak.
“Tidak. Kalian ini kan tak suka dengan sesuatu yang berbau amis seperti ikan, jadi lebih baik kalian tunggu kami di villa, membaca, memasak, ataupun beristirahat saja itu sudah cukup untuk kalian,” jelas A-goong sok tau.
”Ka-kami ingin ikut ! Kau kira kami tak bisa memancing ?” Yuki membantah.
“Oh … bagus kalau begitu,” celetuk A-goong pelan dengan nada sedikit meremehkan. Kemudian keenamnya segera berangkat menuju pelabuhan. Rupanya disana, Saito telah menanti mereka dengan sebuah kapal kecil.
“Hari ini akan menjadi hari yang indah,” kata Dong-suk sambil merentangkan tangannya da menghirup udara bebas sebanyak – banyaknya.
“Ya … akan menjadi hari yang indah kecuali wajahmu tak ubahnya seperti itu,” kata Boo-wo yang membuat lainnya tertawa kecuali Dong-suk. Perjalanan pun dimulai begitu menggembirakan. Keenamnya menikmati kebersamaan dengan begitu akrab sampai tiba disebuah pulau entah apa namanya, Saito menghentikan kapalnya.
“Mengapa berhenti ?” tanya Ye-ri.
”Bahan bakar kapalnya habis,” jawab Saito gugup.
”Lantas bagaimana kita ? Apa yang akan kita lakukan ? Ikan – ikan ini akan terlantar ...” tanya So-hyun khawatir.
”Lebih baik kita turun dari kapal dan beristirahat di pulau ini, biarkan Saito membereskan kapal ini,” ide Boo-wo, yang lainnya mengangguk setuju. Mereka pun mulai menginjakan kaki diatas pantai pulau tersebut.
”Pesan saya kapada kalian semua, tolong jangan pergi jauh – jauh. Pulau ini adalah pulau terpencil dan tak berpenghuni, saya takut terjadi apa – apa dengan kalian semua,” ujar Saito kepada keenamnya. Keenamnya saling bertatapan dan kemudian mengangguk. Keenamnya berpencar, membuat dua kelompak yang terdiri dari masing – masing tiga orang.
Yuki, So-hyun, dan Ye-ri berjalan menyusuri pinggir pantai pulau tersebut, mengumpulkan beberapa kerang sambil berbincang.
”Yuki, kau pasti hapal bukan beberapa tempat di Hokkaido ? pasti kau tahu sejarah pulau ini,” tanya Ye-ri.
”Sayang sekali, sejak dahulu aku belum pernah mendengar sejarah pulau ini. Bahkan mungkin Ayah dan Ibuku juga tak pernah tahu tentang pulau ini,” jawab Yuki.
”Mengenaskan, perasaanku sama sekali tak enak sejak pertama kita mendekati pulau ini,” aku So-hyun.
”Hei ... jangan berkata yang tidak – tidak. Bersikaplah sopan dan jangan lakukan apapun yang dapat membuat ’mereka’ terusik,” kata Ye-ri yang terus mengumpulkan kerang – kerang unik. Yuki ikut mengiyakan.
Berbeda halnya dengan kelompok satunya, Boo-wo dan A-goong terus mengusili Dong-suk sampai ketiganya masuk kedalam hutan. Mereka berhenti berjalan ketika mendengar suara nyanyian dari arah atas pohon apel yang begitu lebat. Ketiganya mendongakkan kepala. Seorang gadis mengenakan sebuah kaus berwarna putih dan juga rok berwarna putih yang sedang duduk diatas pohon. Ketiganya lagsung bergidik melihat gadis itu.
”Dia itu manusia atau ...” ”Hush !”
”Ehm, permisi ...” panggil Dong-suk hati – hati. Gadis itu menoleh kebawah dan tersenyum kearah ketiganya sehingga membuat ketiganya berteriak secara spontan. Gadis itu hanya tersenyum, kemudian lompat ke tanah.
”Huaaaa !!! Jangan ganggu saya ! Saya masih perjaka ! Masih ingin hidup panjang dan masih ingin menikah !” seru A-goong kepada gadis itu sambil menutupi wajahnya.
”Jangan makan saya ! Makan saja Dong-suk ! Daging saya alot ! Lihat – lihat ! Saya hanya ada tulang dan kulit ! Dong-suk lebih gemuk dari pada saya ! Jangan patahkan tulang saya terutama pada hidung ! Ini hidung baru saya !” seru Boo-wo sambil menutupi batang hidungnya yang terlihat mancung. Dong-suk hanya menggerutu saja. Gadis itu terkekeh pelan.
”Hei, kalian ini apa – apaan sih ? jangan mempermalukan diri sendiri ah, dia itu orang baik !“ bela Dong-suk. A-goong dan Boo-wo langsung menelan ludah dalam – dalam.
”Ah, ku rasa ini cinta pertamanya Dong-suk,“ bisik Boo-wo pada A-goong.
”Ih amit – amit, cinta pertama nongolnya gak enak banget di hutan kaya gini. Kalau jadi – jadian orang utan gimana ya ? Oh tidak,” timpal A-goong yang berbisik pada Boo-wo, kemudian keduanya tertawa bersamaan, membuat Dong-suk dan gadis itu menatap keduanya dengan bingung.
”Oh ya, apa yang kalian lakukan disini ? Apa kalian tak takut di hutan belantara seperti ini ?” tanya gadis itu kepada ketiganya.
”Kami sedang memancing di laut, tapi kapal kami sedang kehabisan bahan bakar dan kami break disini,” jawab A-goong.
”Oh begitu. Kenalkan, namaku Erika Berdellait, salam kenal ...“ kata gadis itu sambil membungkukkan tubuhnya ala orang timur.
”Aku A-goong. Lee A-goong, salam kenal …” kata A-goong. “Aku – aku ! Boo-wo ! Kim Boo-wo ! Pria paling tampan dengan hidung baru,” serunya sambil memamerkan hidungnya yang mancung. Dengan kompak, A-goong dan Dong-suk menyorakinya, sedangkan Erika tertawa mendengernya. Setelah tawanya mereda, ia menatap Dong-suk.
”Ah ya, hampir saja lupa !” ”Dong-suk. Oh Dong-suk,” lanjutnya sambil tersenyum.
”Laki – laki paling ’tampan’ diantara kita bertiga. Anaknya Oh Do-do,” timpal Boo-wo. A-goong hanya cekikkikan, sedangkan Dong-suk kembali menggerutu pelan. Erika hanya tertawa.
Kemudian ketiganya kembali berkeliling hutan ditemani oleh Erika. A-goong dan Boo-wo berjalan didepan Erika Dan Dong-suk sambil bersenda gurau, sedangkan Erika dan Dong-suk sedang asik berbincang.
”Apa kau tak takut ? Pulau ini tak berpenghuni,” tanya Erika seakan mendesak dengan pertanyaannya yang sudah dua kali ia tanyakan kepada Dong-suk.
”Takut ? Untuk apa ? Pulau ini indah dan aku menyukainya. Jika ada apa – apa terjadi pada kami, Ayah Ye-ri akan segera menanganinya,” jawab Dong-suk santai.
”Ye-ri ? Siapa itu ?” tanya Erika. ”Nah itu mereka,” Dong-suk menunjuk kearah tiga gadis lain yang sedang duduk di pinggir pantai sambil memainkan pasir dan kerang – kerang. A-goong dan Boo-wo berlarian kearag ketiganya dan segera memamerkan Erika pada ketiganya.
”Hai,” sapa Yuki dengan bahasa ibu. Erika membalas sapaannya dengan bahasa yang sama. ”Yuki. Yuki Okamoto, salam kenal,” lanjut Yuki mengulurkan tangannya kearah gadis itu. Erika membalas uluran tangannya dan menjawab, ”Erika Berdellait, salam kenal.” dingiiin ... pikir Yuki dalam hati.
”Hai Erika, aku So-hyun. Park So-hyun,” kata So-hyun dengan bahasa Inggris kepada gadis itu sambil mengulurkan tangannya kearah Erika. Erika membalas uluran tangan tersebut dan memperkenalkan diri dengan bahasa Inggris karena So-hyun, A-goong, Boo-wo, dan Dong-suk tak bisa menggunakan bahasa Jepang.
”Pasti kau Ye-ri,” kata Erika menunjuk gadis yang lainnya, yang sibuk mengantongi kerang – kerang.
”Hah ? Eh ? Oh ... iya aku Ye-ri. Kang Ye-ri. Bagaimana kau bisa tahu namaku ?” tanya Ye-ri bingung sambil terus menyelipkan kerang kedalam saku bajunya.
”Aku hanya menebak, kebetulan tadi Dong-suk menyebut namamu,” jawab Erika.
”Dong-suk ? Tak biasanya kau menyebutku dengan ’Ye-ri’, biasanya kau meyebutku dengan ...,”
”Tu-Kang Je-li,” jawab A-goong dan Boo-wo melanjutkannya dengan kompak.
”Nah ! Itu dia ! Ada apa denganmu Dong-suk ? Itu keajaiban terbesar di dunia ...” kata Ye-ri. Dong-suk hanya tersenyum seribu bahasa.
”Biasa – biasa, ada gadis cantik dia langsung kebanyakan tingkah !” ujar So-hyun menggoda Dong-suk dengan bahasa keseharian mereka, Korea. Erika hanya tersenyum meskipun tak mengerti.
”Oh ya ngomong – ngomong apa yang kau lakukan disini Erika ? Ini kan pulau tak berpenghuni,” tanya Yuki penasaran dengan bahasa Jepang.
”Yukiyah ! Kami tak paham dengan perbincangan kalian, apa bisa menggunakan bahasa Inggris ?” tanya So-hyun geram.
”Oh baiklah, maaf ...” kata Yuki nyengir.
Erika tersenyum sebelum menjawabnya. ”Aku hapal pulau ini. Orang tuaku pindah ke Pulau Hokkaido sejak tahun 2004 lalu, dan kami berlibur kesini setiap tahun. Dan kali ini kami kembali berlibur ke pulau ini. Pulau tak berpenghuni yang kami sukai, namun aku ditinggal mereka karena mereka kembali ke Prancis,” jelas Erika dengan bahasa Inggris.
”Prancis ?!” tanya keenamnya tak percaya. Erika mengangguk singkat.
”Omona ! Bagaimana bisa orang tua meninggalkan pitiknya disini sendirian ?” tanya A-goong.
”Eeeeh ... bukan pitik ! Itu mah ayam,” elak Yuki. A-goong hanya menepuk keningnya dan berbisik ’oh iya ya ...’.
”Bisa begitu ? Ditinggal ke Prancis dalam rangka apa ?” tanya Dong-suk penasaran.
”Mereka akan membawa pulang Erina, kakakku. Erina tak ingin datang ke Jepang karena ia tak menginginkan kehidupan baru dengan keluarga pihak Ibuku,” jawab Erika.
”Oh ... maaf membuatmu sedih,” kata Dong-suk merasa bersalah.
”Tak masalah,” jawab Erika.
”Lantas, bagaiman kau tinggal ? Maksudku, bagaimana kau melakukan semua kegiatan seorang diri di pulau kosong ini ?” tanya Ye-ri bingung.
”Ada sebuah villa ditengah hutan, orang tuaku sengaja membuatnya selagi kami berlibur dan disana sudah banyak mencakup fasilitas,” jawab Erika.
”Benarkah ? Hebat ! Apa kami boleh melihat villa itu ?” tanya Ye-ri bersemangat. Sebelum Erika menjawabnya, Saito telah kembali.
”Kita bisa pulang sekarang. Saya sudah mengisi bahan bakar kapal, untung saja saya memiliki cadangan dan saya rasa cukup untuk sampai di pelabuhan,” lapor Saito.
”Kira – kira pukul berapa kita sampai di villa ? Aku sudah tak sabar untuk menyantap ikan hasil tangkapan kita hari ini, mmm ...” tanya So-hyun sambil mengusap perutnya dan menjilat bibirnya. Yuki tertawa pelan melihat tingkah So-hyun.
”Mungkin sebelum matahari tenggelam kita sudah sampai,” jawab Saito. Semuanya segera naik keatas kapal.
”Tunggu. Apa setidaknya kita mengajak Erika ke villa ? Kasihan ia sendirian disini,” tanya Dong-suk kepada teman – temannya.
”Aku setuju dengan Dong-suk. Saito, apa kita boleh mengajak Erika pulang ke villa ?” tanya Yuki.
”Maaf, Erika siapa ?” tanya Saito tak paham. Yuki menoleh kearah gadis yang berdiri tak jauh dari kapal sambil memegangi roknya yang terus tertiup angin. Saito memperhatikan gadis itu, sepertinya tak asing baginya. ”Terserah Nona sajalah, saya hanya mengemudikan kapal,” jawab Saito pasrah. Dong-suk segera melompat turun dari kapal dan berlari mendekati Erika.
”Mengapa kau kembali lagi ?” tanya Erika bingung.
Dong-suk mengulurkan tangannya kearah tangan Erika. ”Apa ?” tanya Erika bingung lagi.
”Ikutlah dengan kami,” pinta Dong-suk.
“Tapi …”
“Kumohon,” pinta Dong-suk lemah. Erika pun akhirnya bersedia untuk ikut Dong-suk dan teman – temannya menuju villa keluarga Okamoto di P. Hokkaido.
Sesampainya di villa, keenamnya disambut hangat oleh Susumu yang ternyata sangat khawatir karena tak ada kabar sedikitpun tentang keberadaan mereka semua. Ia juga sempat terkejut melihat kedatangan Erika. Seingatnya ia pernah melihat gadis ini, namun ia lupa dimana, seperti Saito tadi ketika pertama kali melihat Erika. Namun Susumu tak menghiraukannya meski hawa disekitarnya berubah menjadi begitu dingin dan aneh …
Malam itu makan malam terlihat begitu istimewa, Erika mengenakan pakaian milik Ye-ri yang tersisa banyak didalam kopornya. Dengan sedikit terpaksa, Yuki harus berbagi tempat tidur dengan Erika karena Dong-suk memaksa gadis itu untuk bermalam bersama mereka.
”Aku tidak mau tahu jika esok pagi punggungku pegal – pegal, kau harus membayarnya Dong-suk !” gertak Yuki sebal. Dong-suk tak menghiraukannya dan segera berpaling bersama teman – temannya yang lain.
”Sepertinya esok Dong-suk akan membayar semuanya,” bisik Ye-ri pada Yuki memanas – manasi. Yuki mengepalkan tangannya keata udara dan berkomat – kamit mengomeli Dong-suk, mengutukinya, dan mencacinya. Makan malam terjadi begitu cepat dan tenang. Hanya terdengar suara dentingan alat makan saja.
Selesai makan, Yuki dan Ye-ri duduk di halama belakang villa, disusul oleh Erika dan So-hyun.
”Malam ini bintangnya indah sekali, ya ?” puji Ye-ri dengan bahasa Korea-nya.
”Apa ?” tanya Erika bingung.
”Oh maaf, rupanya kau ada disini,” ucap Ye-ri bersalah. Erika hanya menyimpulkan sebuah senyuman, namun tak membuat Ye-ri mau merubah pendiriannya untuk tetap berbicara dengan bahasa Korea.
”Ye-riyah ... bersikaplah sopan kepada tamu kita yang tak paham bahasa Korea,” pinta So-hyun kesal.
”Dia bukan tamuku dan aku akan tetap menggunakan bahasa Korea karena ada sesuatu yang ingin ku katakan pada kalian namun tak ingin ia paham,” jelas Ye-ri tanpa menoleh kearah So-hyun.
”Apa ?” tanya Yuki penasaran, menghiraukan Erika yang kini duduk dihadapan Ye-ri dan memandangi gadis itu tanpa berkedip entah apa yang ia perhatikan. Namun matanya tertuju pada lapisan leher Ye-ri yang terlihat jelas karena rambutnya terikat satu dengan rapih.
”Aku tak nyaman dengan kehadiran gadis itu, apa kita bisa mengusirnya segera ?” tanya Ye-ri kepada kedua temannya. Kedua temannya dengan kompak membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang mereka dengar dari mulut Ye-ri.
”Yang benar saja Ye-ri, jangan gila ! Kau benar – benar tak sopan jika kita harus mengusirnya segera ! Itu tak ada dalam etika !” seru Yuki.
”Etika kau bilang ? Hei Yuki, sejak kapan kita memikirkan etika ? kau ingat bukan bagaimana cara kita mengusir supir angkutan bodoh itu musim gugur tahun lalu ? Bukankah kau yang terlebih dahulu mengusirnya dengan cara yang lebih parah dari kami semua ?” tanya Ye-ri seakan menantang. Yuki hanya bisa diam.
”Tapi ini berbeda dengan kejadian tempo hari Ye-ri ! supir angkutan itu memang benar bersalah dan meminta kita untuk melindunginya, mana bisa ? kalau ini berbeda. Kita yang menemukan ia, bukan dia. Dan jika kita mengusirnya maka Dong-suk akan mengambil alih semuanya, paham ?” papar So-hyun.
Ye-ri diam dan memandangi kedua temannya dengan datar. ”Tidak.” jawabnya singkat kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga. ”Aku tak ingin berbagi kasur dengan gadis itu !” seru Ye-ri keras – keras sambil terus berjalan menjauh dari ketiganya. So-hyun dan Yuki hanya menggeleng tak karuan, bingung menghadapi Ye-ri yang keras kepala.
Malam pun semakin larut, mau tak mau Ye-ri tetap harus berbagi kasur dengan Erika dengan paksaan teman – temannya, meskipun Susumu telah berbaik hati memberikan kamarnya untuk Erika, namun teman – temannya yang lain menolaknya.
Ye-ri tidur dengan keadaan mengenaskan, bahkan ia bisa dikatakan tidak mendapatkan sedikit alas yang menutupi tubuhnya dari lantai kamar. Porsi Erika sungguh besar.
Pukul 1 malam, ketika semuanya tertidur dengan pulasnya dan tak ada seorangpun yang terjaga, Erika segera terjaga dari tidurnya dan menatapi teman sekamarnya dengan tajam. Memperhatikan ketiganya satu per satu dan mendekati So-hyun yang terlihat sangat pulas ketimbang dua teman lainnya. Ia melihat So-hyun dengan diam, berjalan mendekatinya dan menyeka rambut tebal So-hyun yang menutupi leher gadis tersebut. Pertama – tama ia mengelus pelan leher tersebut, membuat So-hyun sedikit geli. Kemudian ia mendekati dirinya dengan leher tersebut dan mendekatkan gigi taringnya pada leher tersebut.
”Erika ? Apa yang sedang kau lakukan ?” tanya Ye-ri yang membuatnya tersentak dan menjauh dari leher So-hyun. Gadis itu berlari sekuat tenaga keluar kamar, sedangkan Ye-ri berlari dibelakangnya, mengikuti.
Ia berhenti berlari ketika sudah berada diluar villa. ”Gadis yang aneh, pergi kemana ia ?” tanya Ye-ri kepada dirinya sendiri. Ia kembali memutuskan untuk kembali ke villa.
Paginya, pukul 6 pagi ...
”Ye-riyah ? Semalam kau tak tidur ?” tanya Yuki yang baru saja bangun dan kini membereskan tempat tidurnya sambil melihat kearah Ye-ri yang sedang duduk diatas kolam batu sendiri.
Ye-ri menoleh kearah Yuki. ”Erika kabur semalam,” lapor Ye-ri.
”Hah ?” tanya Yuki.
”Erika kabur semalam,” ulang Ye-ri yang kembali memperhatikan aliran air mancur yang turun dari sebatang bambu.
”Apa ? Jangan bercanda kau ! Kabur bagaimana maksudmu ?” tanya Yuki yang berlari kearah beranda kamar.
”Semalam ia ingin menggigit So-hyun, dan lari ketika kupergoki,” cerita Ye-ri.
”Menggigit So-hyun ? Apa maksudmu ?” tanya Yuki lagi.
So-hyun masuk ke dalam kamar sambil mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk. ”Aduh, Yuki ... tolong lihat benda apa ini,” pinta So-hyun yang berjalan kearah Yuki dan menunjukkan lehernya. Yuki melihatnya. Sebuah titik berwarna hitam di leher kanan So-hyun. Bolong.
”So-hyunah ! Lehermu bolong !” seru Yuki menutup mulutnya.
”Apa ? Bolong ? mana mungkin. Ye-riyah ! Tolong lihat leher kananku,” So-hyun berjalan mendekati Ye-ri untuk memamerkan leher kanannya.
”Aku setuju dengan Yuki. Lehermu bolong, seperti digigit oleh sesuatu yang tajam,” jawab Ye-ri masih datar. Yuki dan So-hyun heboh sendiri. 5-6 detik kemudian, Ye-ri kembali tersadar.
”Omo ! So-hyunah ! Mungkin saja apa yang ku lihat semalam itu benar !” seru Ye-ri.
”Maksudmu ?” tanya Yuki dan So-hyun bingung.
”Semalam aku memergoki Erika yang ingin menggigit lehermu !” pekik Ye-ri tercekat.
”Jadi ... kau berasumsi bahwa Erika itu vampir ? Ya ampun Ye-riyah ! Jangan bodoh !“ seru So-hyun menepuk pundak Ye-ri.
”Itu mungkin saja terjadi, apa kau tak kepikiran tentang dirinya. Muncul tiba – tiba di hutan pulau tak berpenghuni, mengaku sebagai seorang anak yang ditinggal kedua orang tuanya keluar negeri dan ia tinggal sendiri di pulau tak berpenghuni. Manusia primitif di Jepang sudah tak ada dan tergolong sangat langka. Dan aku percaya 100% bahwa ia bukanlah gadis biasa,” papar Ye-ri.
”Dengar Ye-ri, Erika itugadis biasa seperti kita. Kau ini melebih – lebihkan saja, aku tahu kau iri karena kami semua lebih tertuju padanya,” jelas Yuki. Ye-ri mendesah keras ketika kedua temannya kembali masuk kedalam kamar.
Beberapa minggu kemudian ...
Ye-ri dan Boo-wo berdiri didepan beranda villa sambil menyiapkan sepeda untuk teman – temannya.
”Boo-wo, sebentar lagi pesiar akan menjemput kita untuk kembali ke Seoul. Apa kita akan membiarkan Erika untuk ikut ke Seoul ?” tanya Ye-ri.
”Ke Seoul ? Ah kau ini mengandai – andai. Tidak mungkin itu, lagi pula keluarga siapa yang bersedia menampung kehadirannya ?”
”Jadi bagaimana ? apa kita akan meninggalkan Erika disini ? aku mengkhawatirkan para pekerja di villa ini jika kita tinggalkan Erika bersamanya,”
”Mengapa harus khawatir ? Erika sama sekali tak menyeramkan, tak menghisap darah seperti vampir,”
”Nah itu dia ! Masalahnya, emmm ... tapi aku harus berusaha meyakinimu Boo-wo. Beberapa hari lalu aku sempat memergokinya menggigit leher kanan So-hyun sampai lehernya terdapat bekas gigitan dan ... bolong,” bisik Ye-ri pelan.
”Apa ? bolong ?!”
”Ssst ... jangan keras – keras !”
”Mana mungkin itu terjadi !”
”Aku saksi bisunya ! aku melihat sendiri dengan mata kepalaku !”
”Ah kau ini, mungkin saja kau hanya mengigau !”
”Tapi ...” ”Pagi Ye-ri ! Pagi Boo-wo ! terima kasih sudah menyiapkan sepeda kami,” sapa Dong-suk yang muncul dari villa bersama yang lain. Ye-ri dan Boo-wo hanya tersenyum. Namun senyuman Ye-ri berubah menjadi datar ketika melihat sosok Erika yang berdiri dibelakang Dong-suk, dan ia melihat tangan gadis itu sedang bergandengan dengan tangan Dong-suk. Erika tersenyum kearah Ye-ri.
Mereka pun segera mendaki gunung menggunakan sepeda. Ye-ri, Yuki, dan So-hyun mengayuh sepeda mereka paling belakang.
”Hei, minggu ini pesiar akan menjemput kita untuk kembali ke Seoul, apa kita akan mengikutsertakan Erika ?” tanya Ye-ri tiba – tiba.
”Mengikutsertakan Erika ? Tentu saja tidak, mana ada keluarga dari kita yang bersedia menampung dia. Asal kau tahu, aku saja sudah kerepotan memiliki adik seperti Yuko, bagaimana nasibku selanjutnya jika Erika tinggal seatap denganku ? mengenaskan,” protes Yuki panjang.
”Yah, sepertinya aku juga tidak. Meskipun kalian tahu aku ini anak tunggal, tapi ibuku saja sudah tak begitu sanggup menghadapiku sendiri, bagaimana jika Erika tinggal bersamaku ?” kata So-hyun mengelak. ”Bagaimana denganmu sendiri ?”
”Aku juga tak bersedia menampung seorang vampir dirumahku,” jawab Ye-ri ketus.
”Ye-ri ! Kau ini apa – apaan sih ? mengapa kau selalu mengatakan bahwa ia seorang vampir ? dia bukan vampir !” seru So-hyun.
”Terserah apa katamu, tapi suatu saat kita akan membuktikan kalau ia adalah seorang vampir,” jelas Ye-ri yang kemudian pergi mengayuh sepedanya lebih jauh dari keduanya, menyusul A-goong dan Boo-wo yang mengayuh sepeda mereka sambil bergurau didepan sana. Yuki dan So-hyun hanya mengangkat bahunya, tak tahu bagaimana lagi cara untuk meyakini Ye-ri.
Dua hari kemudian, malam sebelum SSJ kembali ke Seoul ...
Malam ini bulan purnama. Membuat segalanya begitu terang dibumi ini meskipun kita sedang berada didalam hutan belantara sekalipun. Anak – anak SSJ sedang sibuk mengepakkan baju masing – masing kedalam kopor masing – masing, namun tidak dengan Dong-suk. Ia sedang pergi keluar villa bersama Erika, entah untuk apa tak ada yang tahu.
Tiba – tiba ...
”Apa kalian tahu dimana Dong-suk sekarang ? aku mengkhawatirkannya,” tanya Boo-wo ketika sedang makan malam bersama.
”Ia sedang jalan keluar bersama Erika,” jawab So-hyun.
”Erika si vampir itu ?” tanya Boo-wo lagi.
”HUSH ! Boo-wo ! Jaga bicaramu ! dia bukan vampir, mengapa kau jadi mengikuti jejak sesatnya Ye-ri ?” omel Yuki.
”Jejak sesatku ?” gerutu Ye-ri pelan sambil kembali menyuap nasinya.
”Kita harus memanggil kembali Dong-suk dan Erika. Aku takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” kata A-goong yang menyudahi makannya.
”Aku ikut !” seru Yuki spontan, membuat semuanya menoleh kearahnya. ”Eh ... maksudku kita semua ikut mencari Dong-suk dan Erika,”
Susumu berlari ke ruang makan, sempat menghentikan langkah lima anak tersebut.
”Maaf menganggu. Apa ada yang melihat Dong-suk ? Aku menemukan ini dikamarnya,” tanya Susumu sambil memamerkan sebuah benda berbentuk gigi taring.
”Apa itu Susumu ? menjijikan sekali,” tanya Boo-wo jijik.
”Aku tak tahu ini apa, dan kurasa kalian harus segera mencari Dong-suk,” jawab Susumu yang memberikannya kepada So-hyun karena gadis itu ingin melihat benda tersebut. ”dan satu hal yang belum sempat ku beritahu kalian. Aku tak suka dengan Erika, dan kita harus segera membawa Dong-suk segera pulang tanpa Erika,” lanjut Susumu. Semuanya pun segera bergegas mencari Dong-suk.
Tak henti – hentinya, SSJ, Susumu, dan Saito meneriaki nama Dong-suk berkali – kali sampai mereka semua memasuki hutan belantara diatas bukit.
”Apa kau yakin Dong-suk pergi kesini ?” tanya A-goong pada Saito.
”Saya yakin. Tadi sebelum saya masuk kembali kedalam villa, saya melihat mereka berdua masih menanjaki bukit keatas sini,” jawab Saito yakin. Merekapun kembali mencari.
Sampai akhirnya, mereka mendengar suara Dong-suk mengaduh. Pelan, berat, tapi pasti. Merekapun segera berlari mengikuti arah suara tersebut.
”AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA~!!!”
”Erika ! Apa yang sedang kau lakukan ?!” tanya Ye-ri sambil mengarahkan senternya kearah Erika dan Dong-suk. Erika menoleh dengan cepat dan masih memamerkan gigi taringnya yang berlumuran darah, sedangkan tubuh Dong-suk yang lemas kini terkulai lemah jatuh ke tanah.
”Erika ... k-k-kau ??” Erika berlari menerjang sosok Ye-ri, namun cahaya senter dari beberapa orang lainnya segera menyorot dirinya dan membuatnya segera berlari menjauh dan tak terlihat oleh mata lagi.
SSJ segera berlari kearah tubuh Dong-suk yang lemas tak berdaya. Susumu segera memeriksa denyut nadi Dong-suk. Sangat lemah.
”Hhh ... to-tolong ... hh ... kathakhan padha erikha ... bahwha ... akhu ... menchintainyahhhh ...” kemudian secara spontan jantung Dong-suk tak berdetak lagi. Raungan kembali menderu dari mulut Yuki, Ye-ri, dan So-hyun. Tubuh Dong-suk basah, bukan hanya karena darah yang melumuri tubuhnya sendiri, namun juga air mata Ye-ri, Yuki, dan So-hyun. Hutan gelap dan lembab ini kini menjadi saksi bisu dari kematian Dong-suk (ah si penulisnya lebay banget nih !).
Keesokan harinya, pesiar datang menjemput SSJ bersama mayat Dong-suk. Keluarga Dong-suk yang telah mendapatkan kabar menyedihkan ini telah hadir menanti tubuh beku tersebut di pelabuhan Incheon. Dong-suk pergi untuk mengakhiri masa kelamnya sebagai Oh Dong-suk putra Oh Do-do. Mungkin mengakhirinya bukan dengan sebuah senyuman, tapi dengan penghiatan cinta (apa sih ???).
Wassalam ...
Tunggu episode ketiga ya ? ^^
A BIG THANKS TO THOSE GUYS!