Kun FamilyProfile
Name : Kun Family
Leader : Haji Amil
Likes : Chocolate, Strawberry and Coffe
No Ripping, Spamming and even Cursing!
Be what you are
Don't forget to give comments ! oh and this layout credit to :http://simpleprincess.choco-drops.com/
Thanks!
~Kun Brother :)
Yuri memutuskan untuk mengunci dirinya sampai beberapa hari kedepan, namun sepertinya perutnya tak bisa berkompromi dengannya. Cacing diperutnya segera mengeluh untuk cepat – cepat diberi makan. Malam itu memang sudah larut, atau bahkan sudah bisa dikatakan pagi buta.
Yuri membuka pintunya, lalu berjalan mengendap – endap menuju dapur. ”Argh ... mengapa tidak sejak tadi mereka semua tidur ? aduh ... benar – benar menyebalkan membuat perutku harus menanti berjam – jam demi mendapatkan makanan. Yara sialan,” gerutu Yuri pada dirinya sendiri. Ia pun membuka lemari makanan dan mengambil beberapa lembar roti dan mengolesnya dengan selai dan melahapnya dengan segera. Belum cukup perutnya terisi, ia pun memasak mie instan yang tersedia didalam lemari makanan.
”Yuri ?” panggil seseorang yang membuat dirinya terkejut sehingga sumpit yang dibawanya jatuh ke lantai.
”Ryosuke ? Apa yang kau lakukan malam – malam begini ? Bukankah kau sudah tertidur sejak tadi ?” tanya Yuri bingung. Ia memungut sumpitnya dan segera mengambil sumpit baru. Ryosuke mengambil posisi duduk diseberang tempat Yuri duduk.
Ia tersenyum menatapi gadis diseberangnya yang sekarang sedang sibuk melahap habis mie dalam mangkuk besarnya. ”berapa lama kau tak makan ?” tanya Ryosuke usil.
”Bukan urusanmu,” jawab Yuri dengan mulut penuh dengan mie. Ryosuke menahan tawa.
”Beginikah cara barumu ketika menyapa sepupumu yang jauh – jauh datang dari Hokkaido ke Tokyo hanya untuk bertemu dengan Yuri-tersayang-nya ?” goda Ryosuke. Yuri melemparnya dengan sumpit dan segera menggerutu.
”Mengapa kau tak tidur ? ini sudah lewat dari jam tidurmu bukan ?” tanya Yuri yang masih sibuk dengan mie-nya.
”Jam tidurku memang sudah terlewat. Kau tahu jam berapa sekarang ini ? sudah jam 3 pagi, tentu saja aku tak bisa tidur dengan nyenyak kalau mendengar suara berisik dari dapur,” jelas Ryosuke.
”Aku sama sekali tak percaya,” celetuk Yuri acuh tak acuh. Ryosuke menjitak kepala Yuri sambil tersenyum.
”Kau benar – benar membuatku begitu merindukan seorang Yuri Nakamura. Aku sangat merindukanmu oneechan,” kata Ryosuke yang kemudian pergi meninggalkan Yuri sendiri di ruang makan.
Sepeninggalan Ryosuke, Yuri terus memikirkan kata – kata Ryosuke. Aku sangat merindukanmu oneechan ... ia tersenyum sendiri untuk kesekian kalinya. Saking kenyangnya, Yuri sampai ketiduran di ruang makan sampai pagi.
”Anak ini ... mengapa kebiasaan buruknya selalu terpelihara ? Yuri-chan ! Bangun ! Apa kau lupa hari ini kau masuk pagi ? Yuto sudah datang ! Bangun Yuri-chan !!” seru Nyonya Nakamura sambil mengguncangkan tubuh puteri sulungnya dengan sekuat tenaga.
”Haaaah ... ibu ... aku masih mengantuk,” desahnya yang masih menelungkupkan kepalanya.
”Yuri-chan, sudah jam berapa ini ? apa kau tak ingin berangkat kuliah ?” kali ini suara yang lebih berat angkat bicara. Dan tak salah lagi, pemilik suara itu adalah Tuan Nakamura, atau sang ayah. Yuri sama sekali tak beranjak bangun. ”Yuri-chan, ini sudah pukul 8 ...”
”APA ? JAM 8 ???” Yuri segera bangkit dari tidurnya sambil mengerjap – kerjapkan matanya. Ketika itu ia kembali terkejut untuk kedua kalinya karena di ruang makan itu sudah dipenuhi oleh banyak orang. Mulai dari Nyonya Nakamura yang sibuk membolak – balikkan telur mata sapinya dalam teflon, Tuan Nakamura yang sedang membaca koran dikursinya, Yara yang duduk diserong kanannya yang sedang mengolesi rotinya dengan selai sambil bersungut – sungut kearah kakaknya, Ryosuke yang duduk diseberangnya yang sedang meneguk susu, dan ... Yuto yang duduk disampingnya !
”Jangan harap aku akan membuat IP-mu bagus lagi jika kau masih tak berubah,” kata Yara sengit. Yuri mengerjap – kerjapkan matanya tak percaya. Lalu ia bangkit dari duduknya dan tersenyum salah tingkah ke semua orang. ”maaf, aku terlambat bangun ...” ujarnya malu sambil berkali – kali membungkukkan badannya.
”Lain kali kau harus merubah kebiasan bodoh ini,” omel Nyonya Nakamura sambil mengetuk kepala Yuri dengan sendok.
”Maafkan aku, bu,” bisik Yuri pelan sambil mengusap – usap kepalanya dan segera berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk segera mandi dan mempersiapkan diri.
15 menit kemudian, ia kembali muncul ke ruang makan dengan keadaan bersemangat. ”ayah, ibu aku berangkat !” serunya sambil mencomot roti milik Yara yang terisisa diatas piringnya dan kemudian mencium pipi kedua orang tuanya bergantian. Ia juga tak lupa mengacak – acak rambut Yara sebagai tanda ’sampai jumpa’ dan juga menjawil hidung Ryosuke.
”Hati – hati !” seru pasangan Nakamura dengan kompak. Yuri segera menghilang dari balik pintu rumah bersama Yuto yang ia seret – seret menuju mobilnya.
”Kita sudah telat, ayo segera tancap gas !” pinta Yuri yang sudah berada dibawah sabuk pengaman. Yuto hanya santai menstater mobil. “cepat sedikit !” Yuri membelalakkan matanya kearah Yuto. Laki – laki itu segera mematuhi Yuri.
Hari itu tak banyak yang terjadi pada Yuri. Sampai akhirnya tiba hari yang sama sekali tak ia bayangkan sebelumnya. Ketika hari ulang tahun Yuto tiba dan laki – laki itu mengadakan pesta ulang tahun kecil – kecilan di apartemennya, Nakamura bersaudara diundang tanpa kehadiran Ryosuke yang saat itu sedang ikut Tuan Nakamura menuju Hiroshima untuk meeting dengan beberapa rekan kerjanya. Pesta itu terlihat meriah dengan kehadiran tamu 25 orang yang terdiri dari teman – teman terdekat Yuto. Ia memang memilih pesta kecil – kecilan, mengingat keluarga besarnya sudah pindah ke Amerika sejak 3 tahun yang lalu. Hanya ia sendiri yang tersisa di Jepang bersama apartemen, tabungan yang cukup banyak, dan juga mobil mewah kesayangannya.
Yuri dan Yuto duduk disebuah bangku panjang sambil menikmati segelas jus. Keduanya berbincang.
”Akhirnya kau berusia 22 tahun juga, aku tak menyangka akan secepat ini berpisah denganmu,” kata Yuri memeahkan keheningan.
Yuto terkekeh. ”jika aku boleh jujur, sebenarnya aku juga tak ingin segera berusia 23 tahun. Apa lagi mengingat kenyataan bahwa aku harus segera menyusul keluarga orang tuaku ke Amerika dan meninggalkan semua yang kumiliki di Jepang, terutama kau ...”
Yuri hanya tersenyum mendengar pengakuan Yuto. ”aku tahu ini berat. Tapi ini tentunya sudah diatur jauh – jauh hari oleh kedua orang tuamu dan aku yakin ini adalah hal yang terbaik untuk masa depanmu,”
”Tapi masa depanku sudah tertanam disini sejak dulu, Yuri …” kata Yuto kukuh. Yuri hanya diam mendengar pernyataan tersebut. Bagaimana tidak ? keduanya sejak usia 3 tahun dekat dan kini harus berpisah adalah sesuatu yang berat untuk kedua belah pihak.
Yuto langsung menggenggam kedua tangan Yuri, membuat adis itu tersentak akan perilaku Yuto. Keduanya saling bertatapan.
”Yuri-chan ...” panggil Yuto. Yuri-chan ? pikir Yuri dalam hati. Panggilan itu hanya digunakan oleh Yuto jika ia sedang ingin berbuat manis kepadanya. Tapi apa ini ? ”Yuri-chan ...” ulang Yuto sehingga membuat Yuri geram mendengarnya.
”... aishiteru ...”
Yuri langsung membelalakkan matanya ketika mendengar kata – kata itu keluar dari mulut Yuto.
”Yuri-chan ... aishiteru,” ulang Yuto yang kali ini terdengar lebih tegas. ”aku mencintaimu sejak dulu. Dan aku tak ingin kehilangan dirimu untuk kedua kalinya ...” lanjut Yuto yang kali ini benar – benar membuat bulu roma Yuri meremang mendengarnya.
”Yuri-chan ...” panggilnya lagi. Mendengar namanya dipanggil, ia serasa kembali ke alam sadar. ”... katakan apa kau mencintaiku atau tidak ?” pinta Yuto.
Yuri menelan ludahnya dengan susah payah. Ia merasakan tenggorokannya benar – benar kering saat ini. ”Yuto ...” ia kembali mengatur napasnya dengan susah payah. ”... jika aku boleh jujur. Sejujur – jujurnya aku, ... aku juga mencintaimu,” lanjut Yuri. Yuto tersenyum bahagia mendengarnya. ”tapi kumohon kau jangan bahagia terlebih dahulu. Jangan lupa jika kenyataan jika ini akan berlanjut akan berubah menjadi sebuah hubungan yang panjang dan jauh. Aku tak ingin itu terjadi,” jelas Yuri yang menyusutkan senyuman Yuto.
”Maksudmu ?” tanya Yuto bingung.
”Bukan sebuah penolakan. Juga bukan sebuah hindaran dariku, tapi ini memang akan menjadi sesuatu yang berat bagiku, juga bagimu. Mengingat kau akan segera pergi meninggalkanku ke Amerika minggu depan dan kita tentunya tak akan bisa bertemu lagi ... kau juga tahu aku tak menyukai hubungan semacam long distance. Maka dari itu ...”
Yuto menatap Yuri menanti kelanjutan penjelasan gadis dihadapannya.
”... lebih baik kita berteman saja,” DEG !!! jantung Yuto seakan berhenti terdetak mendengar kalimat terakhir Yuri. Harapannya seakan kandas. Tapi apa boleh buat. Toh ini juga salah ia mengapa mengakui perasaan disaat yang tidak tepat.
”Gomen ...” bisik Yuri sambil meletakkan tangan kanannya dipipi Yuto. ”aku tahu kau kecewa, begitu pula denganku ...” lanjut Yuri sedih. Yuto menggenggam tangan Yuri dan memejamkan matanya sambil tersenyum.
”Tak apa, Yuri. Ini memang salahku. Tapi aku sudah cukup bahagia mendengar pengakuanmu ... aku akan terus mencintaimu, Yuri sampai kapan pun ...” jelas Yuto. Yuri tersenyum. Kemudian Yuto membuka matanya dan mendekati Yuri. Perlahan tapipasti, ia menyapukan sentuhan lembut dibibir Yuri. Untuk beberapa saat, Yuri diam dan tidak menghindar. Mungkin inilah kenangan dari Yuto sebelum ia pergi ke Amerika.
*********************************************************************************
Seminggu berjalan begitu cepat. Bahkan ia tak menyadari bahwa kini ketidakhadiran Yuto ke kampus karena laki – laki itu sudah berangkat ke Amerika lebih cepat daripada dugaannya. Yuri mendapatkan kabar bahwa Yuto sudah berangkat ke Amerika dari surat yang diberikan oleh Yara. Kata adiknya, surat itu sampai sehari yang lalu ketika Yuri kembali mengunci dirinya dikamar dan belum ada seorangpun yang berani membuka surat itu. Itu surat dari Yuto. Berisi permintaan maaf karena ia tak sempat menyampaikan kepada Yuri bahwa ia harus segera berangkat ke Amerika.
Kini tinggallah ia sendiri bersama separuh hatinya yang terasa akan membeku dalam hitungan detik.
Hari itu mendung. Semendung hatinya yang masih tak mempercayai akan kepergian Yuto. Yuri duduk dibangku halaman belakang rumahnya. Tatapannya kosong. Tiba – tiba Ryosuke datang mendekatinya.
“Hei, Yuri !” panggilnya, namun tak disahut oleh sepupunya yang satu ini. “Yuri … Yuri … !!” ulang Ryosuke sambil melambaikan tangan tepat dihadapan wajah Yuri. 2-3 detik kemudian, gadis itu tersadar dari lamunannya.
“… ryosuke ? apa yang kau lakukan disini ?” tanyanya bingung mendapati sepupunya itu berjongkok dihadapannya sambil tersenyum.
”Sedang apa ? bukakah seharusnya pertanyaan itu ditujukan untukmu ? apa yang kau lakukan disini ? disiang bolong, sendirian pula ...” Ryosuke berbalik bertanya. Namun hanya seulas senyum dari Yuri sebagai jawabannya. ”Hei Yuri, aku sama sekali tak paham bahasa senyuman. Pakailah bahasa Jepang yang baik dan benar,” pinta Ryosuke yang kali ini sudah duduk disamping sepupunya.
”Sepertinya kau harus segera mengikuti les bahasa senyum, Ryo ...” gerutu Yuri.
”Memangnya ada ? dimana ?” tanya Ryosuke polos. Yuri memukul kepalanya dengan gemas.
”Tentu saja tak ada ! ada – ada saja kau ! jika ada juga pastinya tak akan laku !” jelas Yuri terkekeh. Ryosuke membentuk bibirnya huruf ’o’ dan mengangguk polos.
”Ngomong – ngomong, berapa lama kau akan tinggal di Tokyo ?” tanya Yuri penasaran.
”Kau ingin mengusirku ?” Ryosuke berbalik bertanya.
”Bukan begitu, maksudku ... aku hanya ingin kau lebih lama disini ketimbang kau harus kembali ke Hokkaido dan aku kembali berkutat bersama si perusuh Yara, huh ! menyebalkan !”
”Ya Tuhan, Yuri ! kau ini benar – benar keterlaluan ya ? kau dan yara itu adalah saudara kandung, mengapa kalian sama sekali tak akur sih sejak dahulu ?” tanya Ryosuke bingung.
”Aku memang dilahirkan untuk memiliki musuh bernama Yara Nakamura, bukan terlahir memiliki adik bernama Yara Nakamura !” jelas Yuri berapi – api. Ryosuke tertawa mendengarnya.
”Yuri-chan ! Kau ini keterlaluan sekali rupanya ...” ujarnya dalam tawa. Yuri hanya memanyunkan bibirnya. Entah mengapa, hatinya terasa hangat kembali ketika Ryosuke berada didekatnya. Apa mungkin ini ... ah tidak mungkin ! mana mungkin ia harus melakukan hal itu pada sepupunya sendiri. Meskipun Ryosuke adalah sepupu tirinya, namun ia harus tahu diri dengan hubungan tali persaudaraan. Keduanya kembali berbincang, dan sesekali tertawa riang.
*********************************************************************************
”Apa ? Besok dua hari lagi aku akan segera ke Korea ? Apa – apaan ini ? Tak mau !” elak Yuri yang melipat kedua tangannya didepan dada dengan sebal.
”Yuri ... kau harus melanjutkan sekolahmu disana. Disana ada sebuah sekolah khusus menejemen yang berkualitas bagus untuk masa depanmu, Nak,” jelas Tuan Nakamura bersabar.
”Ayah ... ayah tau sendiri bukan jika aku sama sekali tak menyukai segala hal yang berbau menejemen dan apalah itu ... ? sudah aku tegaskan berapa kali bahwa aku tak ingin memegang perusahaan itu, aku ingin menjadi seorang composer !” bantah Yuri.
”Yuri ... hanya kau tumpuan keluarga untuk memegang perusahaan. Jika bukan kau siapa lagi ? mana mungkin kami memberikan kepercayaan itu kepada Yara ? ia masih terlalu dini untuk memegang perusahaan, lagi pula ... kepemimpinannya sama sekali tak bisa dipertanggung jawabkan, berbeda denganmu yang tentunya sudah dewasa,” jelas Nyonya Nakamura yang angkat bicara kali ini.
”Ibu ... bukankah kalian bisa menanti Yara tiga sampai empat tahun kedepan untuk meneruskan perusahaan ? aku sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan perbisnisan keluarga,” keluh Yuri berulang kali.
”Anakku ... dengarlah baik – baik. Ini demi masa depan keluarga kita. Perekonomian keluarga besar Nakamura itu barada dibawah naungan perusahaan itu. Kakekmu telah berusaha keras membuat perusahaab itu kembali bangkit untuk kesekian kalinya. Lalu pamanmu, setelah pamanmu jatuh sakit … barulah ayah yang melanjutkan. Dan kini kau. Ayah sudah tua dan sudah beberapa kali di komplain karena kejelian mata ayah sudah mulai bermasalah, bagaimana jika keuangan perusahan merosot ? itu akan berakibat buruk bagi keluarga Nakamura. Ku mohon Nak, bantulah ayahmu ini … apa kau sama sekali tak sayang ayahmu ? apa kau sama sekali tak peduli dengan masa depan keluarga Nakamura ?”
Mendengar pernyataan tersebut, hati Yuri lama – lama meluluh. Mana mungkin ia sanggup menolak permintaan ayahnya. Sudah hampir 20 tahun lebih ia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari sang ayah, dan mungkin ini saatnya untuk membalas kebaikan sang ayah. Apa lagi yang bisa ia perbuat selain harus melanjutkan kepemimpinan perusahaan keluarga.
Akhirnya ... ”kapan aku berangkat ke Korea ?” tanya Yuri luluh.
Nyonya dan Tuan Nakamura saling bartatapan dan tersenyum. ”secepatnya, Nak. Minggu depan,”
Yuri keluar dari kamar orang tuanya dan segera berjalan menuju halaman belakang. Lagi – lagi ia bertemu dengan Ryosuke yang juga sedang duduk santai sambil membaca buku.
”Mengapa wajahmu kusut lagi ?” tanya Ryosuke ketika Yuri duduk disampingnya. ”masalah ?” tanya Ryosuke lagi.
Yuri diam dan menghembuskan napasnya dengan dramatis. ”aku akan pergi ke Korea minggu depan,” ujarnya tiba – tiba.
”Apa ? minggu depan ? tapi – tapi ...” “aku tak bias mengelaknya Ryo … ini demi keluarga kita,” potong Yuri. ”tapi kita baru saja memulai bersama – sama, Yuri,” lanjut Ryosuke.
Yuri mengangguk pelan. ”aku akan segera pulang demi kau, demi Ryosuke Yamada. Sepupu kesayanganku,” janji Yuri sambil mengacak – acak rambut Ryosuke sambil tersenyum. Keduanya pun kembali memperdebatkan kepergian Yuri ke Korea minggu depan.
Tak terasa, minggu depan pun tiba. Kini Yuri berdiri dibelakang dua kopor hitam besarnya. Tangannya memegang erat paspor dan tiket pesawat. Matanya panas dan berair. Kedua orang tuanya, Yara, dan Ryosuke kini berdiri derjajar dihadapannya. Mengantarnya pergi ke Korea.
”Cepatlah pulang, Nak. Kami akan merindukanmu,” isak Nyonya Nakamura dalam pelukan Yuri. Yuri hanya mengangguk, membiarkan air matanya juga ikut mengalir dengan derasnya. Kemudian ia melepas pelukan sanga ibu dan beralih pada sang ayah.
”Aku akan membawa nama baik keluarga, kau tak perlu khawatir lagi, yah. Aku menyayangimu,” janji Yuri yang kini memeluk sang ayah. Tuan Nakamura menepuk – nepuk pundak puteri sulungnya sambil mengehmbuskan napasnya dengan berat. ”Kembalilah dengan cepat, Nak,” pinta lelaki tua itu sambil mengusap – usap rambut anaknya. Yuri hanya mengangguk, lalu ia beralih pada adiknya.
Yara memasang tatapan seperti biasa. Sebal. Bosan. Muak. Dan segalanya. Hanya saja untuk hari ini bersikap berbeda. Tatapannya kearah sang kakak benar – benar sayu. Sehingga membuat Yuri ingin mengabadikan tatapan tersebut untuk dikenangnya.
”Aku tak ingin kehilanganmu, Yuri ! Meskipun kau adalah kakak yang menyebalkan, namun aku sangat menyayangimu ...” isak Yara. Keduanya saling berpelukan dan menangis.
”Terima kasih, Yara. Aku juga menyayangimu. Kita akan bertemu lagi. Aku hanya 5 tahun di Korea, dan aku janji akan kembali ke Tokyo ...” jelas Yuri menatap adiknya lekat – lekat. Untuk kedua kalinya, mereka kembali berpelukan. Setelah cukup, Yuri beralih kepada Ryosuke.
”Tepati janjimu dan segeralah pulang,” kata Ryosuke sambil memeluk Yuri. Yuri hanya mengangguk.
”Aku tak akan melupakanmu, Ryo. Kau sepupuku yang paling ku sayang didunia ini,” jawab Yuri terisak. Ryosuke hanya tersenyum.
”... aishiteru,” bisik Ryosuke sambil mendorong pelan tubuh Yuri agar menjauh darinya.
Yuri pun berjalan menuju pintu masuk lapangan penerbangan dengan pikiran kosong. Pramugari membantunya menaiki pesawat. Ia segera duduk dibangku sesuai nomor yang tercantum di tiket. 5 menit kemudian pesawat segera take off, meninggalkan bandara internasional Tokyo.
A BIG THANKS TO THOSE GUYS!