Pukul 6.30 p.m., setelah Raena dan Yuri menyiapkan makan malam, Raena melangkahkan kakinya menuju lantai atas untuk memanggil Kyuhyun agar makan bersama.
“Kyuhyun oppa ! makan malam sudah siap !“ seru Raena sambil mengetuk pintu kamar Kyuhyun dan kembali menuruni anak tangga menuju ruang makan. 5 menit kemudian, Kyuhyun bergabung di meja makan.
“aku tak masak jajangmyeon hari ini, ku harap kau bisa memakluminya …” jelas Raena sebelum mengambil nasi untuk Kyuhyun. Kyuhyun hanya mengangguk pelan. Makan malam pun berlangsung dengan kesunyian.
“Oh ya Yuri, kau sudah setahun berada di Korea. Apa kau ada rencana untuk pulang ke Tokyo ?” tanya Raena memecahkan kesunyian.
“Aku juga tak tahu kapan aku akan kembali ke Tokyo, mungkin jika kuliahku sudah selesai,” jawab Yuri tersenyum. Tanpa sengaja, Yuri menyenggol mangkuk sup milik Kyuhyun sehingga menumpahkannya ke kemeja Kyuhyun dan basah.
“Ya Tuhan ! Maafkan aku, aku benar – benar tak sengaja …” kata Yuri takut sambil melap lengan Kyuhyun yang tersiram air sup yang panas. Raena segera mengganti mangkuk sup Kyuhyun yang baru.
“Sudahlah tak apa,” kata Kyuhyun yang melepaskan tangannya dari tangan Yuri dengan sedikit gerakan yang kasar. Kemudian ia beranjak menuju wastafel untuk mencuci mukanya dan sempat terdiam sejenak sambil memegangi kepalanya.
“Raena … aku benar – benar tak bermaksud membuat kakakmu marah, aduh bagaimana ini ?” Yuri berbisik pada Raena.
“Tenang saja Yuri, mungkin ia hanya kelelahan, biarkan saja. Ia tak akan marah” jelas Raena yang kemudian berjalan meninggalkan Yuri menuju Kyuhyun. “oppa, gwenchana ?” tanya Raena khawatir. Kyuhyun mengangkat kepalanya dan menatap Raena.
“Aku akan menceritakannya nanti,” ujar Kyuhyun singkat yang kemudian berjalan menuju kamarnya. Mengunci diri sampai akhirnya Yuri pulang. Diperjalanan pulang, Yuri berpapasan dengan Kim Bum. Kim Bum dan Yuri berbincang disebuah taman kota.
“Kau baru saja bertamu ke rumah Raena ?” tanya Kim Bum. “ya. Aku sempat diundang mereka makan malam bersama, tapi sepertinya Kyu oppa tak senang dengan kedatanganku ke rumahnya tadi,”
“Oh masalah itu …” ujar Kim Bum terhenti. “kau tahu mengapa ?” tanya Yuri bingung. ”tadi aku bertemu dengan Kyu hyung. Ia baru saja dicambuk oleh ayahnya Chae-hyeon noona,”
”Chae-hyeon noona ?” tanya Yuri sambil mengerutkan keningnya. ”dia itu kekasih Kyu hyung. Tapi begitulah, ayah Chae-hyeon noona tak merestui hubungan mereka karena hyung tak menuruti kriterianya,”
”Kasihan sekali oppa, pantas saja hari ini ia terlihat suntuk,” kata Yuri mengerti. Keduanya terus berbincang. Sudah lama Yuri tak merasakan kehangatan yang hadir dari sosok Kim Bum membuatnya begitu bahagia, sama seperti ketika ia berada disamping Yuto. Yuto ... apa kabar dirinya di Amerika ? apa ia masih mengingatku ?
*********************************************************************************
Sebulan kemudian, Yuri mendapatkan kabar bahwa Ryosuke akan datang menjenguknya. Yuri sangat antusias mendengarnya. Ia segera mempersiapkan diri untuk segera menjemput Ryosuke di airport, namun ketika ia akan beranjak dari rumah menuju airport, Bibi Imamura menghalanginya dengan isak tangis yang tak tertahankan.
”Yuri ... aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya padamu. Tapi ku mohon jangan ke bandara sekarang,” larang Bibi Imamura sambil menangis. ”memangnya kenapa, Bi ? aku harus segera berangkat. Ryo mungkin sudah lama menantiku disana,” tanya Yuri bingung.
”Jangan ! dengarkan aku baik – baik Yuri, Ryo sudah tak ada ...”
”Maksud Bibi ? aku tak mengerti,”
”Ryo sudah pergi dari dunia ini tiga jam lalu,”
”Bibi bicara apa ? aku sama sekali tak paham !”
”Yuri ! Ryo sudah tak ada, Ryo sudah mati !”
”Bibi ! Aku tahu mungkin sekarang kau menyesal karena telah menelantarkan Ryo selama bertahun – tahun, tapi bukan seperti ini cara yang baik untuk menyelesaikan masalah !” Yuri segera berlari keluar rumah, menyetop taksi dan segera pergi menuju bandara udara.
Seoul International Airport ...
Yuri sampai disana dengan senyuman mengembang. Hatinya berdebar karena sudah tak sabar ingin bertemu dengan Ryosuke. Namun ketika ia sampai disana, bamdara tersebut seakan berubah menjadi sebuah tempat yang dipadati oleh polisi dan mobil – mobil tim medis yang berbondong – bondong membawa kereta dorong yang diatasnya terdapat beberapa mayat yang gosong. Yuri terdiam melihatnya. Kemudian seorang polisi datang mendekatinya.
”Maaf Nona, jika Anda tak ada keperluan, lebih baik Anda segera pergi dari sini,” kata polisi tersebut.
”Maaf songsaenim, jika aku boleh bertanya. Mereka ini korban dari pesawat mana ?”
”Mereka semua adalah korban dari pesawat yang subuh tadi berangkat dari Tokyo. Hampir semua penumpang meninggal dunia, mungkin Anda mengenali salah satu dari mereka ?”
Yuri terdiam membisu. 2-3 detik kemudian ia mengangguk. ”Nugusaeyo ?” tanya polisi itu lagi.
”Ryo. Ryosuke Yamada ...”
Bersamaan dengan nama itu disebutkan oleh Yuri, sebuah kereta dorong lewat membawa mayat laki – laki yang tertutup rapat dengan sebuah selimut plastik berwarna kuning. Yuri segera berlari mengejar kereta dorong tersebut. Air matanya mengalir deras ketika kereta itu berhenti karenanya. Ia membuka selimut plastik tersebut. Ia melihat mayat itu lekat – lekat dengan mata basahnya. Ia mengenali mayat itu. Itu mayat Ryosuke Yamada. Sepupu kesayangannya.