Kun FamilyProfile
Name : Kun Family
Leader : Haji Amil
Likes : Chocolate, Strawberry and Coffe
No Ripping, Spamming and even Cursing!
Be what you are
Don't forget to give comments ! oh and this layout credit to :http://simpleprincess.choco-drops.com/
Thanks!
~Kun Brother :)
SSJ sorry ... gue gak bisa bikin cerita yang menyeramkan higz higz ;(
aliran gue udah fokus ke romance (tapi masih rada jelek juga)
enjoy it ! ^^
Episode 1 : Maggie dan Pulau Hokkaido
Pulau Hokkaido, tahun 1998
“Ibu ! Maggie lapar !” seru seorang anak kecil dari arah dapur. Wanita yang dipanggilnya sebagai Ibu itu sedang sibuk merajut sebuah topi wol berwarna merah marun diruang tengah sambil mendengarkan lagu ‘Chatty is My Cat’ milik Nagisa Shibataki. “Ibu !” seru anak itu lagi karena sang Ibu sama sekali tak menjawab panggilannya.
Wanita separuh baya itu mendesah keras, bangkit dari duduknya, meletakkan kegiatannya diatas meja bundar kecil dihadapanya, dan segera berjalan menuju dapur.
“Apa lagi ?” tanya wanita bertubuh gempal sambil menggulung lengan bajunya.
“Binatang nista ini kelaparan dan ingin meminta makan,” jawab gadis kecil itu sambil mencengkram kuat leher kucing Persia cacat tersebut sekuat tenaga, tak peduli bahwa kucing itu meronta – ronta kesakitan.
Wanta bertubuh gempal itu membelalakkan matanya kearah kucingnya dengan sadis dan tersenyum keji. Ia menarik kucing tersebut dengan kasar dari cengkreman puterinya dan segera menyalakan kompor untuk memasak air.
“Oh Maggie … sebelum kau makan, kau harus mandi terlebih dahulu … lihat tubuhmu ! Jelek, usang, dan sangat menjijikan. Ugh ...,“ ujar wanita itu sambil menarik telinga Maggie yang hanya tersisa satu.
10 menit kemudian, suara teko berdenyit, menandakan bahwa air sudah masak. ”Kyoko ! Tolong angkat airnya dan bawa kemari !“ seru wanita itu.
”Baik Bu !“ Kyoko, gadis cilik itu berlari tergopoh – gopoh sambil membaw teko panas tersebut.
Wanita tua itu sudah terlebih dahulu memasukkan Maggie kedalam ember tersebut. Sebelumnya ia menatap kejam kearah kucing persia tersebut yang sudah dapat dikatakan bukan seperti seekor kucing, melainkan sebagai replika kucing ersia yang cacat dan hampir saja punah. Lihat saja, kucing itu hanya memiliki satu mata dan itu pun buta, keempat kakinya pincang, dan hanya memiliki separuh telinga.
Kyoko menyerahkan teko tersebut kepada Ibunya. ”Nah Maggie, sekarang waktunya kau mandi ...” ujarnya terkekeh pelan. Ia menuangkan seluruh isi air panas yang baru mendidih itu kedalam ember. Maggie yang buta, kurus, dan tak berdaya itu semakin tak berdaya. Kucing itu langsung mati dalam sekejap diikuti oleh suara tawa yang menggelegar dari si wanita tua tersebut bersama Kyoko, gadis ciliknya.
Sebelum tawa mereka kembali mereda, seorang anak kecil lagi berlari menuju dapur. Ia terkejut melihat apa yang dilakukan ibu dan juga saudara kembarnya.
”MAGGIE !!!” serunya tak percaya. Isak tangisnya membanjiri kedua pipinya. Suara isak tangis, suara tawa, dan suara alunan lagu Nagisa Shibataki campur aduk menjadi satu. Membuat rumah itu menjadi begitu bising.
*****
Seoul, kediaman Keluarga Kang, tahun ini …
Keenam anak itu kini sedang asyik berbincang disebuah ruangan yang mereka sebut sebagai Super Six Jumper camp, atau biasa disingkat sebagai the Camp.
Lee A-goong, Kim Boo-wo, Oh Dong-suk, Park So-hyun, Yuki Okamoto, dan Kang Ye-ri telah bersahabt sejak keduanya duduk dibangku kelas 2 SMP. Karena keakraban mereka berenam, mereka menamakan diri mereka sebagai Super Six Jumper atau SSJ. Keenamnya sangat menggemari segala hal yang berbau mistis, salah satunya adalah Kang Ye-ri dan Park So-hyun. Keduanya selalu berbagi cerita legenda hantu dari berbagai mereka. Dan ruangan inilah tempat mereka mencari tahu segala sesuatu yang berkenaan dengan hantu. Namun tidak untuk kali ini. Kali ini mereka berenam berkumpul di The Camp untuk membahas rencana liburan sekolah musim panas tahun ini.
“Aku ingin naik pesiar ! Selama 16 tahun aku sama sekali belum pernah menaiki pesiar !” rengek Boo-wo.
“Pesiar ? Kau kira kita akan pergi ke pelosok Eropa atau Amerika ? Lagi pula mana ada pesiar yang bersedia memfasilitasi untuk enam bocah ingusan seperti kita ini,” jelas Dong-suk.
“Kami tak ingusan ! Dan kami tak sedang flu !” ujar So-hyun, Yuki, dan Ye-ri bersamaan. Dong-suk mendesah.
”Sudahlah ... kalian ini apa – apaan sih. Kau juga Boo-wo, ingin naik pesiar. Mana ada pesiar yang bersedia mengantar enam penumpang dari Seoul menuju Hokkaido ? Itu hanya membuang – buang waktu saja,” omel A-goong. Boo-wo mengeluh panjang.
”Tapi menurutku tak ada salahnya jika kita menyewa pesiar hanya untuk mengantar sampai Hokkaido, toh ... tetap saja mereka mendapatkan bayaran dari kita,” kata Yuki tiba – tiba.
”Ya itu benar, meski kita harus mengeluarkan kocek yang begitu besar,” lanjut So-hyun.
”Memangnya kita sanggup membayarnya ? Jujur saja, aku tak bisa membantu dalam masalah ini. Ayahku baru saja menyelesaikan kampanye-nya sebagai salah satu calon anggota legislatif dan ia mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Jadi aku tak bisa ikut menyumbang,” jelas A-goong.
”Begitu pula dengan kedua orang tuaku. Minggu lalu mereka baru saja menghabiskan 60 juta won demi mengoperasi hidungku dan membeli kucing baru untuk kakakku. Jadi aku tak bisa,” kata Boo-wo.
”Lantas, bagaimana ini ? Bagaimana denganmu Dong-suk ?” tanya So-hyun.
”Yah begitulah, orang tuaku baru saha membangun apartemen baru di Daejon, aku tak bisa,” jawab Dong-suk singkat.
”Kalau begini bagaimana kita bisa pergi ke Hokkaido ???” tanya Yuki kesal.
”Aku bisa,” celetuk Ye-ri tiba – tiba, yang membuat kelimanya menoleh kearahnya. ”Ya. Mungkin Ayahku bisa memfasilitasi pesiar untuk keberangkatan kita menuju Hokkaido. Kebetulan liburan musim panas ini Ayahku juga akan berangkat ke Amerika untuk menjemput Ibu dan sekalian berkunjung ke rumah Keluarga Kim sahabatnya. Mungkin ia akan mengizinkan kita untuk menumpang pesiarnya nanti,” jelas Ye-ri.
”Keluarga Kim ? Margaku Kim !” seru Boo-wo.
”Hei Kim Boo-wo ! Jangan bodoh ! Marga Kim itu bukan hanya kau yang menyandangnya, ada ratusan bahkan ribuan orang diluar sana juga menyandang marga Kim, paham ?“ omel Dong-suk. Boo-wo hanya menggerutu pelan.
”Kalau begitu kau harus segera menghubungi ayahmu, Ye-ri !” seru Yuki. Ye-ri mengangguk dan segera menghubungi ayahnya. Beberapa menit kemudian, ”Besok Ayahku akan berangkat. Lekaslah bersiap – siap, kita berkumpul dirumahku besok pukul 10 pagi. Jangan sampai telat !”
Esoknya ...
Semuanya telah berkumpul di halaman depan rumah Keluarga Kang. ”Ayo anak – anak ! Lekas masuk ke dalam mobil, kita akan segera berangkat menuju pelabuhan !” seru Ayah Ye-ri. Keenamnya segera masuk ke dalam mobil keluarga Kang.
30 menit kemudian, mereka semua sudah berada didalam kapal pesiar yang disewa oleh Kang Eun-hoo, ayah Ye-ri.
”Kapal akan segera jalan 5 menit lagi, apa ada barang kalian yang tertinggal ?” tanya Ayah Ye-ri kepada SSJ. ”Sepertinya tidak ada, Paman,” jawab Boo-wo yang sejak tadi tak pernah luput dari senyuman. ”Baguslah kalau begitu. Dan saya harap bagi SSJ ... tak ada yang mabuk laut,” pesan Ayah Ye-ri tersenyum. SSJ hanya mengangguk. Pria separuh baya tersebut segera masuk ke dalam kabin kapten untuk bercapa kami dengan sang kapten, sedangkan SSJ asyik menikmati pemandangan indah. Berjam – jam mereka lalui akhirnya sampai juga di Pulau Hokkaido.
”Sampai jumpa anak – anak ! Jaga diri kalian baik – baik !” seru Kang Eun-hoo sambil melambaikan tangan dari atas pesiar, SSJ membalas lambaian tangan pria tersebut. Kapal yang ditumpanginya segera berangkat meninggalkan pelabuhan Pulau Hokkaido. Keenamnya segera dijemput oleh seorang pria jepang dengan mobil van tua-nya. Keenamnya dibawa menuju sebuah villa di kaki gunung. Vila keluarga Okamoto.
SSJ disambut dengan baik oleh para pekerja di villa tersebut. Kepala pelayan villa tersebut memandu keenamnya berkeliling villa sambil menceritakan beberapa kisah yang pernah terjadi ditempat tersebut.
”Itu ... rumah siapa ?” tanya A-goong sambil menunjuk ke sebuah rumah terang benderang diatas lereng bukit. Susumu Kitahara, kepala pelayan villa tersebut ikut menoleh bersama yang lain.
”Itu rumah keluarga Kisumi, mereka terkenal sebagai keluarga kucing karena sejak zaman dahulu keluarga tersebut begitu mencintai kucing dan memelihara kucing. Namun ketika keturunan Kisumi yang terakhir, Ibunya sangat membenci kucing. Ia menyiksa kucing terakhir kelurga tersebut bersama anak kembar pertamanya. Kucing itu mati karena melepuh didalam ember air panas dan konon kabarnya kucing itu menghantuinya. Ibunya, Erina Fukuhara akhirnya meninggal jatuh ke jurang karena ia melihat Maggie, kucing yang ia siksa waktu itu datang menghantuinya. Kini yang tinggal dirumah itu hanyalah Kyoko dan Keiko Kisumi, anak kembarnya. Dan untuk saat ini sering terdengar suara teriakan ketakutan dari Kyoko, karena dulu ia-lah yang membantu Ibunya membinasakan Maggie,” papar Susumu.
Keenamnya bergidik takut. ”Sudahlah anak – anak, lebih baik kalian beristirahat. Esok pagi Saito akan memandu kalian berkeliling lembah,” pinta Susumu yang menggiring keenamnya masuk ke dalam dua kamar berbeda.
Dikamar So-hyun, Yuki, dan Ye-ri ...
”Sepertinya malam ini aku tak bisa tidur dengan nyenyak,” ujar So-hyun yang sudah meutupi tubuhnya ke dalam selimut. Yuki hanya mengangguk, namun Ye-ri masih berdiri didepan jendela menatap kearah rumah Keluarga Kisumi dilereng lembah sana.
”Ye-riyah, tidurlah ! Apa yang kau lakukan disitu ?” tanya Yuki kesal.
”Aku ingin melihat kucing itu,” ujar Ye-ri tanpa berpikir panjang dan segera mengenakan mantelnya. Yuki dan So-hyun buru – buru berlari mengejar Ye-ri dan menahan kepergiannya.
”Jangan bodoh ! Kembalilah ke tempatmu dan tidur !” seru So-hyun. Ye-ri mengelak. Yuki dan So-hyun menyeret Ye-ri kembali ke tempatnya. Ye-ri hanya mendesah kesal. Hanya tinggal menunggu 30 menit, So-hyun dan Yuki kembali tidur pulas, Ye-ri beranjak keluar villa menuju rumah Keluarga Kisumi.
Sesampainya disana, ia melihat dua orang gadis yang mungkin lebih tua sekitar dua tahun darinya sedang bertengkar. Malam – malam begini bertengkar apa sih mereka ?
Ye-ri kembali berjalan menyusuri jalan setapak yang mengantarnya menuju rumah Keluarga Kisumi. Ia mendengar jelas suara kucing mengeong dan diikuti oleh teriakan histeris seorang gadis, dan suara teriakan gadis yang lain mencoba untuk mengusir kucing tersebut. Ketika Ye-ri mencoba untuk kembali melangkah, seorang gadis berambut panjang berlari kearahnya dan menariknya.
”Tolong ! Tolonglah ! Saudaraku akan segera mati jika Maggie masih terus mencakarnya !” seru gadis itu. Ye-ri tak mengerti apa – apa terus ditariknya masuk ke dalam rumah. Sesampainya didalam, Ye-ri melihat seorang gadis yang wajahnya tak jauh beda dengan gadis disampingnya sambil meronta – ronta kesakitan diatas lantai. Tubuhnya penuh dengan cakaran kucing, namun ia tak melihat jelas kucing tersebut, namun ia bisa melihat siluet kucing Persia cacat yang menindihi tubuh gadis itu.
Gadis yang bernama Keiko itu membantu sandarac kembarnya menjauh dari siluet hantu kucing tersebut. Ye-ri ikut membantu Kyoko lepas dari cakaran liar hantu Maggie, namun rupanya ia terlempar jauh. Ia melihat si kembar Kisumi berusaha keras menjauh dari hantu Maggie. Ye-ri untuk kesekian kalinya segera mengeluarkan ponselnya dan mengontak So-hyun. Belum kontaknya terputus dengan So-hyun, ia kembali berlari kearah Kisumi bersaudara.
Entah sejak kapan, kelima teman Ye-ri sudah berada disampingnya, membantu memindahkan Kyoko menjauh dari hantu Maggie. Suasana menjadi begitu ricuh karena banyaknya orang yang berada dalam ruangan tersebut. Maggie menjadi begitu tampak, membuat orang – orang yang berada dalam ruangan itu sedikit terkejut.
Kucing Persia itu memiliki bulu lusuh, dengan satu mata yang buta, keempat kakinya pincang, telinganya hanya satu dan itu juga sudah hancur. Sangat mengerikan. Keiko sempat terkejut dengan apa yang ia lihat. Kyoko segera berlari keluar rumah, tak peduli dengan teriakan saudaranya.
Maggie ikut mengejar Kyoko dan melompat kearah punggung Kyoko sehingga membuat gadis itu terperosok ke dalam jurang. Keiko berlari menyusuri jurang sambil meneriaki nama Kyoko, air matanya masih menetes.
Hantu Maggie menghilang entah kemana. Keiko dibawa oleh anak – anak HSJ menuju villa. Disana, Keiko diberi secangkir cokelat panas untuk menenangkan diri dan kemudian dipersilahkan untuk bercerita.
“Terima kasih banyak karena kalian telah mau membantu Kyoko dari Maggie, meskipun akhirnya tetap mengenaskan baginya. Sejak dahulu, sejak kematian Ayah … Ibu menjadi begitu kejam terhadap Maggie. Ibu dan Kyoko selalu kompak ketika menyiksa Maggie. Aku ingat malam kematian Ayah, Ibu dan Kyoko kompak tak member makan Maggie makan. Bahkan hari itu Ibu juga kesal karena Bibi tak pulang untuk memberikn kunci brankas milik Ayah, maka Ibu dengan mudahnya menggunting telinga Maggie dan mencongkel matanya hingga buta. Ibu dan Kyoko juga tak tanggung – tanggung untuk membuat Maggie pincang keseluruhan. Maka dari itu, sebelum ayah meninggal Maggie merupakan kucing yang gemuk dan lucu. Kini Maggie telah berubah menjadi kucing yang buruk. Buruk sekali. Aku sampai malu jika setiap sore aku pulang sekolah, para tetangga selalu membicarakan keburukan Ibu dan Kyoko pada Maggie,”
“Ku harap Byun-hoo tak sekeji itu terhadap kucing barunya,” doa Boo-wo.
Kyoko kembali menangis. Susumu dan HSJ membiarkan Kyoko untuk istirahat sementara Susumu mengontak polisi setempat untuk mencari mayat Kyoko.
Sore harinya, mayat Kyoko ditemukan dengan kedaan remuk dan tak berwujud. Keiko dan Keluarga Kisumi lainnya berkumpul untuk mengadakan acara pemakaman Kyoko. Keiko meminta mayat Kyoko untuk di kremasi, sama seperti yang dilakukan oleh mayat kedua orang tuanya.
“Ku harap Maggie tak gentayangan lagi di desa ini,” kata Keiko sore itu kepada anak – anak HSJ.
“Ya kami juga berharap yang sama,” kata A-goong.
“Eh Keiko, itu ! Mengapa rumahmu dihancurkan ?” tanya Dong-suk melihat rumah Keiko dilereng bukit dihancurkan oleh beberapa alat berat.
“Oh itu. Biarkan saja, lagi pula semalam aalah hari terakhirku tinggal di Hokkaido. Seharusnya aku dan Kyoko pindah ke Tokyo hari ini, tapi ternyata hanya aku saja yang harus pindah,” jelas Keiko yang kembli memancarkan kesedihannya. “Sampai jumpa Keiko, jaga dirimu baik – baik !” seru Yuki melambaikan tangannya kearah Keiko. Keiko membalas lambaian tangan tersebut.
“Terima kasih untuk bantuan kalian !” seru Keiko yang kemudian pergi bersama mobil milik keluarganya meninggalkan desa terpencil di Hokkaido tersebut.
“Kapan kita pulang ?” tanya Boo-wo tiba – tiba.
“Hah ? Pulang ? Jangan bodoh Boo-wo, kita baru saja sampai di Hokkaido kemarin kau sudah minta pulag ?” tanya A-goong.
“Aku khawatir Byun-hoo menyakiti kucing barunya !!!!!” seru Boo-wo sambil menjambak rambut Dong-suk. Dong-suk menggerang kesal.
“Boo-wo !!!! Rambutku sakiiit !” serunya kesal sambil menarik hidung Boo-wo.
“Ya Tuhan Dong-suk ! Jangan pegang hidungku ! Ini hidung baruku !” seru Boo-wo kesal. Yang lainnya hanya tertawa.
A BIG THANKS TO THOSE GUYS!