Polisi dengan sigap membawa mayat Ryo untuk di autopsi. Berangsur – angsur, Bibi Imamura dan suami pun datang ke bandara dengan tangisan.
Kini Yuri duduk di ruang tunggu RS bersama Bibi Imamura dan suaminya. Diam tak bergerak. Seorang polisi wanita berjalan kearah ketiganya.
”Maaf, siapa diantara Anda yang bernama Yuri Nakamura-Yang ?” tanya polisi wanita tersebut ramah. Yuri bangkit dari duduknya. ”Ya. Itu saya, ada yang bisa saya bantu ?” tanya Yuri dengan mata sembabnya.
”Jika Anda tak keberatan, Anda dimohon untuk menemui inspektur kami,” jelas polisi tersebut. Yuri menatap Paman dan Bibinya. Mereka mengangguk kearahnya. Yuri pun bersedia mengikuti kemauan polisi tersebut dan ia membuntuti polisi wanita tadi menuju sebuah ruangan. Disana berkumpul banyak polisi, dan salah satunya seorang pria separuh baya bertubuh gemuk duduk dibelakang meja.
”Songsaenim,” panggil polisi wanita tersebut yang membuat laki – laki separuh baya bertubuh gemuk tadi mengangkat kepalanya. ”Silahkan duduk Nakamura Yang,” pinta polisi berpangkat inspektur sambil menunjuk kearah bangku ksong didepannya. Yuri mengangguk dan duduk.
”Sebelumnya kami mengucapkan bela sungkawa yang sebesar – besarnya atas kematian anggota keluarga Anda, Ryosuke Yamada,” kata inspektur tersebut. ”terima kasih,” ucap Yuri berbisik. ”kami mangundang Anda ke ruangan ini hanya untuk memberikan salah satu barang yang kami temukan dari mendiang Tuan Yamada. Setidaknya barang ini bisa ditangan Anda, dan kami sama sekali belum membukanya, karena ini adalah hak Anda,” inspektur itu meminta anak buahnya untuk menyerahkan sebuah amplop yang berada dalam sebuah plastik. Yuri menerimanya dengan diam. Beberapa saat kemudian, ia sudah berada di dalam kamar mandi.
Kepalanya pening. Air matanya terus saja bersimbah. Kini Raena dan Kyuhyun sudah datang ke RS. Begitu pula dengan Kim Bum. Bahkan ia sudah mendengar bahwa kini keluarga besarnya sedang dalam perjalanan menuju Seoul. Yuri membasuh wajahnya dengan air dan melapnya dengan sebuah sapu tangan. Tetap diam, namun kini matanya beralih pada plastik berisi amplop yang tadi diberikan dari pihak kepolisian.
Yuri pun membuka plastic tersebut dan mengambil amplopnya. Ia menarik napas panjang – panjang dan mulai membuka isi amplop tersebut.
Surat. Dari Ryosuke Yamada. Tulisan itu, tulisan cakar ayam Ryo yang entah mengapa kali ini terlihat begitu bagus dimata Yuri.

Yuri kembali menitikkan air matanya. Terharu membaca surat tersebut, namun juga tak percaya dengan isi surat tersebut. Sebelum tangisnya benar – benar pecah, seseorang masuk ke dalam toilet. Han Raena.
“Yuri
yah …,” panggil Raena pelan yang berjalan mendekati Yuri. Yuri menoleh kearah Raena dan tangisnya spontan pecah. Raena menepuk – nepuk pelan pundak Yuri.
“Aku tahu ini berat untukmu, tapi percayalah … Ryo selalu ada disisimu meski tak terlihat,” jelas Raena mencoba untuk menenangkan Yuri, namun tangisan gadis itu semakin pecah dan meraung – raung tak jelas. Ponsel Raena berbunyi, menandakan telepon masuk.
“Asssh … haneunim … mengapa disaat seperti ini sih,” gerutu Raena sambil mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya. Di layarnya, tertera sebuah nomor yang tak ia kenal.
“Yeobseyo ?” sapa Raena tanpa basa – basi.
“Hallo ?” diujung sama terdengar jelas suara yang lebih berat dari suaranya, namun logatnya menunjukkan bahwa ia bukanlah orang Korea.
“Hallo ? who’s that ?” tanya Raena langsung.
“Yuto. Yuto Nakajima, Yuri’s friend. Can I speak with Raena ? Han Raena ?”“Yeah, this is me. Why ?”
Yuto berdehem.
“Can you speak japan ?”“Yes,”
“Please practice,” pinta Yuto.
Raena menggelengkan kepalanya, merasa bodoh dipinta oleh Yuto seperti itu. “Apa yang ingin kau katakan sekarang ? Ingin berbicara dengannya ? saying ia sedang berduka,”
“aku tahu ia sedang berduka, maka dari itu aku ingin mengatakan padamu satu hal tapi ku mohon kau tak memberitahukannya,”
“Katakan,”
“aku di bandara sekarang,”
“dimana ?”
“Seoul International airport,”
”Lantas ...”
”aku akan segera kesana,””ya sudah, itu bukan urusanku kau datang atau tidaknya. Ku tutup ya telponnya ?” Raena langsung memutuskan komunikasinya dengan Yuto dan kembali berkutat pada Yuri yang menangis sesenggukkan disampingnya. Raena membantu Yuri keluar dari kamar mandi dan kembali bergabung dengan yang lain.
30 menit kemudian, seorang laki – laki oriental berutubuh tinggi tegap datang kearah kerumunan keluarga yang sedang berduka. Yuri menoleh kearah pria yang baru saja datang. Matanya terbelalak lebar tak percaya dengan apa yang ia lihat. Itu Yuto Nakajima. Orang yang nanti selama beberapa tahun terakhir ini akhirnya muncul juga dihadapannya. Yuri segera bangkit dari duduknya.
”Yuto ?”
To be continue ...
Pukul 6.30 p.m., setelah Raena dan Yuri menyiapkan makan malam, Raena melangkahkan kakinya menuju lantai atas untuk memanggil Kyuhyun agar makan bersama.
“Kyuhyun oppa ! makan malam sudah siap !“ seru Raena sambil mengetuk pintu kamar Kyuhyun dan kembali menuruni anak tangga menuju ruang makan. 5 menit kemudian, Kyuhyun bergabung di meja makan.
“aku tak masak jajangmyeon hari ini, ku harap kau bisa memakluminya …” jelas Raena sebelum mengambil nasi untuk Kyuhyun. Kyuhyun hanya mengangguk pelan. Makan malam pun berlangsung dengan kesunyian.
“Oh ya Yuri, kau sudah setahun berada di Korea. Apa kau ada rencana untuk pulang ke Tokyo ?” tanya Raena memecahkan kesunyian.
“Aku juga tak tahu kapan aku akan kembali ke Tokyo, mungkin jika kuliahku sudah selesai,” jawab Yuri tersenyum. Tanpa sengaja, Yuri menyenggol mangkuk sup milik Kyuhyun sehingga menumpahkannya ke kemeja Kyuhyun dan basah.
“Ya Tuhan ! Maafkan aku, aku benar – benar tak sengaja …” kata Yuri takut sambil melap lengan Kyuhyun yang tersiram air sup yang panas. Raena segera mengganti mangkuk sup Kyuhyun yang baru.
“Sudahlah tak apa,” kata Kyuhyun yang melepaskan tangannya dari tangan Yuri dengan sedikit gerakan yang kasar. Kemudian ia beranjak menuju wastafel untuk mencuci mukanya dan sempat terdiam sejenak sambil memegangi kepalanya.
“Raena … aku benar – benar tak bermaksud membuat kakakmu marah, aduh bagaimana ini ?” Yuri berbisik pada Raena.
“Tenang saja Yuri, mungkin ia hanya kelelahan, biarkan saja. Ia tak akan marah” jelas Raena yang kemudian berjalan meninggalkan Yuri menuju Kyuhyun. “oppa, gwenchana ?” tanya Raena khawatir. Kyuhyun mengangkat kepalanya dan menatap Raena.
“Aku akan menceritakannya nanti,” ujar Kyuhyun singkat yang kemudian berjalan menuju kamarnya. Mengunci diri sampai akhirnya Yuri pulang. Diperjalanan pulang, Yuri berpapasan dengan Kim Bum. Kim Bum dan Yuri berbincang disebuah taman kota.
“Kau baru saja bertamu ke rumah Raena ?” tanya Kim Bum. “ya. Aku sempat diundang mereka makan malam bersama, tapi sepertinya Kyu oppa tak senang dengan kedatanganku ke rumahnya tadi,”
“Oh masalah itu …” ujar Kim Bum terhenti. “kau tahu mengapa ?” tanya Yuri bingung. ”tadi aku bertemu dengan Kyu hyung. Ia baru saja dicambuk oleh ayahnya Chae-hyeon noona,”
”Chae-hyeon noona ?” tanya Yuri sambil mengerutkan keningnya. ”dia itu kekasih Kyu hyung. Tapi begitulah, ayah Chae-hyeon noona tak merestui hubungan mereka karena hyung tak menuruti kriterianya,”
”Kasihan sekali oppa, pantas saja hari ini ia terlihat suntuk,” kata Yuri mengerti. Keduanya terus berbincang. Sudah lama Yuri tak merasakan kehangatan yang hadir dari sosok Kim Bum membuatnya begitu bahagia, sama seperti ketika ia berada disamping Yuto. Yuto ... apa kabar dirinya di Amerika ? apa ia masih mengingatku ?
*********************************************************************************
Sebulan kemudian, Yuri mendapatkan kabar bahwa Ryosuke akan datang menjenguknya. Yuri sangat antusias mendengarnya. Ia segera mempersiapkan diri untuk segera menjemput Ryosuke di airport, namun ketika ia akan beranjak dari rumah menuju airport, Bibi Imamura menghalanginya dengan isak tangis yang tak tertahankan.
”Yuri ... aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya padamu. Tapi ku mohon jangan ke bandara sekarang,” larang Bibi Imamura sambil menangis. ”memangnya kenapa, Bi ? aku harus segera berangkat. Ryo mungkin sudah lama menantiku disana,” tanya Yuri bingung.
”Jangan ! dengarkan aku baik – baik Yuri, Ryo sudah tak ada ...”
”Maksud Bibi ? aku tak mengerti,”
”Ryo sudah pergi dari dunia ini tiga jam lalu,”
”Bibi bicara apa ? aku sama sekali tak paham !”
”Yuri ! Ryo sudah tak ada, Ryo sudah mati !”
”Bibi ! Aku tahu mungkin sekarang kau menyesal karena telah menelantarkan Ryo selama bertahun – tahun, tapi bukan seperti ini cara yang baik untuk menyelesaikan masalah !” Yuri segera berlari keluar rumah, menyetop taksi dan segera pergi menuju bandara udara.
Seoul International Airport ...
Yuri sampai disana dengan senyuman mengembang. Hatinya berdebar karena sudah tak sabar ingin bertemu dengan Ryosuke. Namun ketika ia sampai disana, bamdara tersebut seakan berubah menjadi sebuah tempat yang dipadati oleh polisi dan mobil – mobil tim medis yang berbondong – bondong membawa kereta dorong yang diatasnya terdapat beberapa mayat yang gosong. Yuri terdiam melihatnya. Kemudian seorang polisi datang mendekatinya.
”Maaf Nona, jika Anda tak ada keperluan, lebih baik Anda segera pergi dari sini,” kata polisi tersebut.
”Maaf songsaenim, jika aku boleh bertanya. Mereka ini korban dari pesawat mana ?”
”Mereka semua adalah korban dari pesawat yang subuh tadi berangkat dari Tokyo. Hampir semua penumpang meninggal dunia, mungkin Anda mengenali salah satu dari mereka ?”
Yuri terdiam membisu. 2-3 detik kemudian ia mengangguk. ”Nugusaeyo ?” tanya polisi itu lagi.
”Ryo. Ryosuke Yamada ...”
Bersamaan dengan nama itu disebutkan oleh Yuri, sebuah kereta dorong lewat membawa mayat laki – laki yang tertutup rapat dengan sebuah selimut plastik berwarna kuning. Yuri segera berlari mengejar kereta dorong tersebut. Air matanya mengalir deras ketika kereta itu berhenti karenanya. Ia membuka selimut plastik tersebut. Ia melihat mayat itu lekat – lekat dengan mata basahnya. Ia mengenali mayat itu. Itu mayat Ryosuke Yamada. Sepupu kesayangannya.