Kun FamilyProfile
Name : Kun Family
Leader : Haji Amil
Likes : Chocolate, Strawberry and Coffe
No Ripping, Spamming and even Cursing!
Be what you are
Don't forget to give comments ! oh and this layout credit to :http://simpleprincess.choco-drops.com/
Thanks!
~Kun Brother :)
"Yamanai ame da ne..." Kimi wa utsumuita
“The rain doesn’t stop...” You were looking down
Sono kata ga nurenai you kasa wo katamuketa
To make that shoulder not wet, I inclined my umbrella over you
Kimi wa boku miage sukoshi yori sotta ne
You looked up on me and laid on me a little
Nakajima Yuto tertunduk. Saat hari hujan begini dan sendirian di sekolah. Latihan klub membuatnya pulang telat dan tidak sempat meminta izin. Akhirnya ia memilih untuk pulang meskipun ia tahu di rumah ia akan disambut oleh omelan ibunya yang bisa mencapai 2 album itu.Waktu menunjukkan pukul 17.00. Dengan pasrah Yuto membuka payungnya dan berjalan menerobos hujan
Egao no mama ude wo daite chiisaku furuete iru
With that smile, you held my hand, I was a little trembling
Chanto kyou wa kono omoi wo tsutaerunda
Today I feel that I want to tell you this feeling
Kimi no koto akireru hodo suki ni natta
I amazedly love you
Bunyi rintik rintik hujan menemani perjalanan pulangnya. Daun yang basah, bunyi katak yang bernyanyi dan langit yang mendung menjadi pemandangan yang biasa pada hujan di hari itu. Tiba tiba teredengar seperti suara orang sedang berlari. Nakajima Yuto menoleh ke belakang, dilihatnya anak perempuan, mungkin seumuran dengannya sedang berlari menerobos hujan.
Aiai gasa no naka de komotta kanjou mo sunao ni tsutaenai mama
Under the shared umbrella, I can’t tell you about my hidden feeling honestly
Owari ni shinai you ni toori sugiru ame ga sekashiteru
It seems the rain wouldn’t stop, but it passed in a rush
Chikazuita futari no amakoi
It was close to our rain of love
“Aku boleh numpang gak ?” Anak perempuan itu bertanya kepada Yuto dengan nafas yang terengah engah karena habis berlari
Nakajima Yuto terdiam. Anak perempuan itu berkulit putih, mata sehitam langit malam dan rambut hitam-pendek-berponi. Sekilas mirip boneka Kokeshi yang diberikan Yamada Ryosuke kepada Yuto kemarin.
“Hei !” Suara anak perempuan itu membuyarkan lamuyan Yuto
“Ah, iya boleh silahkan.” Jawab Yuto
"Mou sugu ie da ne..." kimi wa utsumuita
“I almost reached my house…” You were looking down
Namae yonde me ga atte mo ienai koto ga aru yo
I called your name, our eyes met, but I couldn’t say it
Chanto kyou wa kono omoi wo tsutaerunda
Today I feel that I want to tell you this feeling
Kimi no koto akireru hodo suki ni natta
I amazedly love you
Mereka berdua berjalan di bawah satu payung. Bisa ditebak hati seorang Nakajima Yuto berdegup kencang. Bagaimana tidak, sekarang ia berdiri di bawah satu payung bersama gadis cantik bagaikan boneka.
“Namaku Yajima Mika. Kau ?” Tanya gadis yang ternyata bernama Mika tersebut
“Nakajima Yuto” sahut Yuto singkat
“Kau sekolah dimana ? kok jam segini baru pulang ?”
“Aku ada kegiatan klub tadi, jadi pulang telat. Kau sendiri ?”
“Aku habis diminta tolong ibu membeli daging tapi aku lupa bawa payung hehe” Ujar Mika sambil menunjuk plastik berisi daging ayam yang dipegangnya
Ashita mo ame ga fure to negatte shimau boku no kakera mo uso ja nai kara
It’s not a lie that I hope tomorrow will be raining
Hikari ga koboreta toki toori sugiru ame ga waratteru yo
When the lights overflowing, the passing rain laughed at me
Modokashii futari no amakoi
It distracted our rain of love
Keduanya pun asyik mengobrol sambil terus berjalan. Mereka melewati pertokoan, tepian sungai, jembatan, taman hingga mereka sadar bahwa hujan sudah berhenti
“Ah ! hujan sudah berhenti.” Teriak Mika
“Benar..sudah berhenti.” Yuto menjawab dengan nada sedikit lesu. Ia tahu setelah hujan berhenti ia akan berpisah dengan Mika
“Terima kasih atas tumpangannya. Sekarang tolong kamu menengok ke arah sana ya.” Kata Mika sambil menunjuk ke arah belakang Yuto
Yuto kemudian menoleh ke belakang dan tebak apa yang ia lihat. Pelangi yang indah sekali. Lebih indah daripada yang ia lihat sebelum sebelumnya. Pancaran warnanya terlihat sempurna. Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu berjejer membentuk pelangi yang indah dan cantik
“Uwa…cantiknya “ Yuto berdecak kagum
“Itu sebagai tanda terima kasih. Sekarang aku pamit ya. Sayonara Yuto-kun !” Mika kemudian berlari meninggalkan Yuto
“Ah ! tunggu !”
Terlambat. Nakajima Yuto lagi lagi memasang muka lesu. Tapi kemudian ia melihat Mika melambaikan tangan kepadanya. Sambil membalas lambaian tangan Mika, Yuto berkata dalam hatinya “Suatu saat aku pasti bertemu lagi dengannya. Pasti..”
Aiai gasa no naka de komotta kanjou mo sunao ni tsutaenai mama
Under the shared umbrella, I can’t tell you about my hidden feeling honestly
Owari ni shinai you ni toori sugiru ame ga sekashiteru
It seems the rain wouldn’t stop, but it passed in a rush
Chikazuita futari no amakoi
It was close to our rain of love
-OWARI-
NB : Bagi yang gak tau boneka Kokesi itu apa bisa dilihat disini ------> Boneka Kokeshi
Kira kira bentuknya seperti ini -----> Kokeshi
Akhirnya tiba juga di Tokyo setelah menanti selama setahun lamanya. Seoul kini akan menjadi kenangan bagi Kanazawa Yuuri. Entah sejak kapan ia bisa begitu mencintai kampung halamannya yang telah ia tinggalkan empat tahun yang lalu.
Rumah empat tahun silamnya masih tak ubahnya seperti dahulu. Indah, asri, nyaman, dan begitu berkesan hangat bagi dirinya. Bagaimana tidak, bukan hanya karena ia merindukan Tokyo, namun karena ia akan bertemu kembali dengan sang kakak, Kanazawa Ryuuichi yang telah terpisah dengannya selama dua tahun karena mendapatkan beasiswa ke Tokyo Daigaku.
Persimpangan Shibuya ! pikirnya setelah beberapa saat terdiam didepan jendela rumahnya. Ia pun segera pergi ke persimpangan terkenal tersebut setelah meminta izin dari sang ibu, Kisaki Hana.
Kota Tokyo telah banyak berubah, apa lagi empat tahun kedepan.
Ia berhenti berjalan tepat disebuah toko roti di persimpangan tersebut. Toko roti tersebut telah membuatnya tergiur, apa lagi ketika ia melihat vanilla cake pada kaca etalase.
”Vanilla cake, dua !” pesannya tanpa basa – basi.
”Terima kasih, silahkan datang kembali ...” sambut pria separuh baya yang melayaninya. Yuuri tersenyum ramah dan segera keluar dari toko tersebut sambil membawa bungkusan tersebut. Ia menanti kakaknya pulang. Kakak tersayangnya.
Horikoshi Gakuen High School ...
”Chinen ! cepatlah kemari !” seru Nakajima Yuto yang sedang duduk bersama Yamada Ryosuke sambil membawa sebuah kertas gulung di mejanya.
Orang yang dipanggil segera bergegas menuju meja Yuto tanpa berpikir dua kali. ”Ada apa ?” tanyanya sambil memamerkan senyum lebarnya yang khas.
Yuto dan Yamada memamerkan kertas gulung tersebut. ”JRENG JRENG JRENG ...”
”Oo~ apa ini benar ??” tanya Chinen yang membelalakkan matanya tak percaya seraya menangkap kertas tersebut. Ia membaca tulisannya.
”Ya. Kami menemukannya tong sampah didekat ruang kepala sekolah, mungkin terbuang begitu saja atau tak disengaja,” jelas Yamada.
”Tapi kau jangan beritahu siapa – siapa tentang isi kertas tersebut,” pinta Yuto kepada Chinen, namun sepertinya laki – laki berpostur tubuh mungil itu sudah hanyut dengan bacaan yang tertera pada kertas tersebut. Chinen membawa gulungan kertas tersebut ke mejanya dan kembali membacanya dengan cermat. Sangat menarik. Ketika bel bebunyi dan semua kursi kembali penuh oleh murid – murid kelas 1-D dan guru selanjutnya sudah datang, Chinen menyimpan gulungan kertas tersebut ke dalam tasnya.
Waktu segera bergulir sampai akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Chinen segera bergegas keluar kelas bersama Yamada dan Yuto.
”Supaa ?” tawar Yuto dan Yamada kepada Chinen.
“Mmm … hari ini aku tak banyak membawa uang, lagi pula aku ingin membeli baterai baru untuk game console-ku. Gomen ne,” jawab Chinen tersenyum pahit.
”Di Supaa banyak yang menjual baterai game console, ayolah~” rayu Yamada memohon.
”Aku tak banyak membawa uang hari ini, lagi pula aku sudah janji pada Okaasan untuk pulang cepat hari ini. Sampai jumpa !” Chinen segera berlari meninggalkan Yuto dan Yamada sambil melambaikan tangannya tinggi – tinggi. Ia berlari sampai akhirnya berhenti di Persimpangan Shibuya. Persimpangan yang terkenal dengan kepadatan para pejalan kaki. Ia ikut menyusup kedalam kerumunan orang – orang yang siap untuk menyeberang jalan, namun matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang berdiri didepan toko roti sambil membawa sebuah bungkusan ditangannya.
”Hei Nak, kau ingin menyeberang atau tidak ?” tanya kakek – kakek yang berdiri dibelakangnya. Chinen menoleh dan mengucapkan maaf berkali – kali sambil mempersilahkan kakek itu menyeberang terlebih dahulu, sedangkan ia segera melangkahkan kakinya mendekati sosok gadis itu. Semakin lama, entah mengapa Chinen semakin suka menatapi sosok tersebut.
Ia menatapi sosok gadis itu sampai akhirnya datang seorang laki – laki yang lebih tua darinya datang mendekat. Laki – laki berperawakan muda meski lebih tua darinya, tinggi, dan tampan datang mendekati gadis tersebut, menyapanya dan keduanya saling bertukar senyum. Chinen terdiam dan semakin terdiam. Ia memperhatikan keduanya sampai akhirnya keduanya pergi bersama menggunakan sepeda motor yang dikendarai oleh laki – laki tersebut.
©©©
Yuuri sampai dirumahnya dengan senyuman mengembang dibibirnya. Ia masuk ke dalam rumahnya bersama Ryuuiichi. ”Tadaima~”
”Okaerinasai ! Kau pulang bersama Ryuu ? bagaimana bisa ?” tanya Nyonya Kanazawa tersenyum ketika melihat kedua anaknya sampai dirumah dengan selamat.
”Aku menunggunya di persimpangan Shibuya,” jawab Yuuri bahagia. Ia membuka bungkusan yang ia beli tadi dan meletakkan dua potong vanilla cake diatas dua piring kecil. ”Aku sengaja membeli dua untuk Ibu dan Ryuu-san,” ia memberikan dua piring kecil tersebut kepada Nyonya Kanazawa dan Ryuuichi, namun sang kakak sedang berada di kamar untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
”Bagaimana denganmu sendiri, Nak ?” tanya Nyonya Kanazawa sebelum menyendok vanilla cake jatahnya.
”Aku sudah kenyang, bu. Ini memang sengaja untuk kalian berdua. Sayang sekali uangku tak cukup untuk membeli tiga potong, jadi Ayah tak mendapat jatah,” jelas Yuuri yang duduk disamping ibunya.
”Itadakimasu,” Yuuri tersenyum melihat sang ibu memakan vanilla cake tersebut.
Malam ini, Tuan Kanazawa, Kanazawa Hirata, telah menerima surat kepindahan sekolah putri bungsunya dari Seoul Art High School.
”Mulai besok kau harus segera mendaftar sekolah, jika tidak kau akan ketinggalan banyak pelajaran,” pesan Tuan Kanazawa kepada putrinya. Yuuri mengangguk sambil membaca beberapa lembar surat kepindahannya.
”Mm, Ayah ... dimana Yuuri akan bersekolah ?” tanya Ryuuichi.
Tuan Kanazawa dan Nyonya Kanazawa saling bertatapan dan mengangguk kecil. ”Horikoshi,” jawab Nyonya Kanazawa tersenyum simpul.
”Horikoshi ?” ulang Yuuri.
”Ya. Horikoshi Gakuen High School. Lokasinya tak terlalu jauh dengan rumah, jadi pulang dan pergi kau hanya perlu berjalan kaki 10 menit,” jelas Tuan Kanazawa.
”Apa setiap hari aku akan melewati persimpangan Shibuya ?” Tanya Yuuri lagi.
“Tentu saja,” jawab Nyonya Kanazawa.
“Kalau begitu kau bisa menungguku disana, Dik. Kita pulang bersama,“ ujar Ryuuichi.
”Apa tak merepotkanmu, Ryuu-san ?”
”Sama sekali tidak, kalau perlu aku yang akan menjemputmu ke sekolah,” jelas Ryuuichi.
”Tidak perlu repot – repot, arigatou …” ucap Yuuri tulus.
”Seragam sekolahmu akan datang sebentar lagi. Tadi Ibu bawa ke laudry karena tidak sempat mencucinya,” benar saja, bel berbunyi dan ketika Yuuri membukanya seorang pria mengantar satu stel seragam sekolah.
”Ukurannya sesuai bukan ?” tanya Nyonya Kanazawa ketika Yuuri mencoba seragam barunya.
”Ya,”
”Bagus. Sekarang rapihkan kembali seragammu, esok kau mulai bersekolah, jangan sampai terlambat. Usahakan dihari pertama tidak terlambat dan seterusnya kalau tidak kau bisa kena sanksi. Peraturan Horikoshi sangat ketat, Nak,” papar Tuan Kanazawa.
Yuuri segera bergegas menuju kamarnya. Ia menggantungkan seragam tersebut didepan lemarinya dan segera menjatuhkan diri diatas ranjangnya. Diluar kamarnya, yaitu ruang keluarga, kedua orang tuanya dan Ryuuichi sedang sibuk membicarakannya.
”Horikoshi menerimanya ? bagaimana bisa ? apa sekarang tak ada tes kesehatan ?” tanya Ryuuichi takjub.
”Tahun ini memang tak ada cek kesahatan, apa lagi bagi siswa pindahan sepertinya. Tapi sepertinya Yuuri akan lebih sulit beradabtasi di Tokyo. Tokyo lebih sulit dibandingkan di Seoul,” jelas Tuan Kanazawa sambil beranjak menuju dapur.
”Dimana kelasnya ?” tanya Ryuuichi lagi.
”1-A. Hanya itu kelas untuknya, kelas untuk siswa yang akan masuk ke universitas,” jawab Nyonya Kanazawa bangga.
”Apa aku bisa mengantarnya di hari pertama sekolahnya ?” tanya Ryuuichi lagi.
”Sayang sekali, Nak ... esok pagi Ayahmu yang akan mengantarnya. Hanya untuk sehari saja, esoknya ia sudah mulai berangkat sendiri,” jawab Nyonya Kanazawa.
”Haaah ... sedih sekali nasibku tak bisa mengantar adik tersayang ke sekolah barunya,” gerutu Ryuuichi yang menggeliat diatas tempat duduknya. Nyonya Kanazawa tersenyum.
”Jatahmu hanya untuk menjemputnya saja di Shibuya,” canda Nyonya Kanazawa sambil mengacak – acak rambut Ryuuichi. Keduanya tersenyum.
Keesokan harinya ...
Yuuri bangun dari tidurnya tepat pukul 7 pagi, ia segera bersiap diri dan duduk di meja makan sebelum santapan untuk sarapan mendarat mulus diatas meja makan.
”Ibu cepatlah ! Aku tak ingin hari pertamaku terlambat !” seru Yuuri bersemangat sambil memegang garpu ditangan kanan dan pisau ditangan kiri.
”Sabar Yuuri,” Nyonya Kanazawa meletakkan sepiring sarapan pagi untuk putrinya, Yuuri segera menyantapnya setelah ia berseru ’itadakimasu’. Tuan Kanazawa dan Ryuuichi ikut bergabung 5 menit kemudian.
”Ayah ayo kita berangkat !” seru Yuuri yang telah siap didepan pintu mobil.
”Sabar Yuuri, ya ampun kau ini benar – benar terobsesi,” gurau Ryuuichi yang telah siap diatas sepeda motornya. Yuuri hanya menjulurkan lidahnya. Tuan Kanazawa muncul dari balik pintu bersama istrinya, setelah berpamitan ia pun mausk ke dalam mobilnya bersama Yuuri. Ryuuichi berangkat terlebih dahulu.
”Hati – hati, Hirata ! Semoga menjadi hari yang indah bagimu, Nak ! Ganbatte !” seru Nyonya Kanazawa sebelum mobil yang dikendarai oleh suaminya itu benar – benar meninggalkan halaman rumahnya. Yuuri melambaikan tangannya pada sang ibu dan mobil pun segera melaju meninggalkan kediaman keluarga Kanazawa.
Perjalanan dari rumahnya menuju Horikoshi hanya berkisar 10 menit, dan itu membuat Yuuri menjadi lebih bersemangat untuk melihat sekolah barunya. Bukan karena sekolah baru sebenarnya ia semangat menjalani hari, namun karena ia bisa melihat dan bersama dengan Ryuuichi, sang kakak. Baginya Ryuuichi adalah laki – laki kedua yang penting baginya sekalin sang ayah. Selain sebagai seorang kakak, Ryuuichi sudah merangkap sebagai seorang kekasih dimata Yuuri. Ini bukan sister complex, tapi kenyataan.
Horikoshi Gakuen High School, sebuah sekolah megah dengan aroma borju yang menyengat kini telah berdiri tegak dihadapan Yuuri dan sang ayah. Tuan Kanazawa memimpin jalan Yuuri menuju ruang kepala sekolah. Disenpajang koridor yang ia lalui, tak ada sepasang mata pun yang bersedia menghindari dari sosoknya. Entah itu laki – laki ataupun perempuan. Yuuri semakin dalam menundukkan kepalanya sampai akhirnya ia sampai di ruang kepala sekolah, mendengarkan pembicaraan sebentar antara sang ayah dengan kepala sekolah sampai bel berbunyi dan akhirnya Yuuri diantar oleh kepala sekolah menuju kelas barunya. 1-A.
”Ohaiyo gonzaimasu. Kanazawa Yuuri desu, 15 sai, pindahan dari Seoul Art High School, Korea. Arigatou, yoroshiku ne,” ia membungkukkan tubuhnya dihadapan seluruh siswa kelas 1-A.
”Baiklah, terima kasih banyak Kanazawa. Kau bisa duduk disebelah sana,” Matsumoto Sensei, wali kelasnya yang terkenal dengan ketegasannya itu menunjuk kearah bangku kosong yang berada di pojok paling belakang. Yuuri mengangguk dan segera berjalan kearah bangkunya. Pelajaranpun segera dimulai setelah ia benar – benar terlihat siap melalui kaca mata tebal wanita separuh baya itu.
”Ini bukan akhir dari kehidupanku
Jika akhirnya aku tahu apa yang terjadi padaku
Ini hanya awal dari kehidupan baruku
Dan juga awal dari kisah cintaku ...”
Yuuri duduk dibangkunya meski ia tahu bel istirahat telah berdering sangat keras, memecahkan suara Matsumoto Sensei yang lantang mengajarkan Matematika. Setelah memberikan hormat kepada Matsumoto Sensei dan seisi kelas segera membubarkan diri, ia masih duduk di bangkunya sambil melihat – lihat seisi kelas.
”Hai,” sapa seseorang yang duduk diserong kanan depannya dengan ramah. Gadis berambut-pendek-hitam-legam-berponi-rata-pas-setara dengan-alisnya tersenyum kearahnya.
”Hai,” balas Yuuri tersenyum.
”Yamada Riku desu,” gadis itu mengulurkan tangannya kearah Yuuri.
”Oh, Kanazawa Yuuri desu. Yoroshiku ne,” balas Yuuri yang menyambut uluran tangan tersebut.
”Kepindahan yang cukup dekat ?”
”Gomen ?” ulang Yuuri tak paham.
”Kepindahanmu cukup dekat bukan ? hanya melewati selat saja,” ulang Riku. Yuuri tersenyum dan mengangguk kecil.
”Dimana rumahmu ?” tanya Riku lagi.
”Dekat dari sini, hanya sekitar 10 menit jika melalui persimpangan Shibuya,” jawab Yuuri.
”Benarkah ? berarti tak terlalu jauh dengan rumahku, kita searah. Hanya saja aku akan berbelok kearah kiri setelah melalui persimpangan Shibuya, bagaimana denganmu ?”
”Lurus saja terus, kau akan menemukan perumahan diujung sana. Nomor rumahku 50 A. Mampirlah lain kali jika kau sempat,” jawabnya sambil tersenyum.
”Oh, benarkah ? ahaha ... dipertemuan yang pertama kau sudah bersedia mengajakku mampir ke rumahmu, kawaii~” keduanya saling tersenyum. ”Kita berteman, ya ?” tawar Riku.
Yuuri mengangguk tegas. Keduanya pun kembali berbincang dengan serunya sampai bel istirahat berakhir.
Kelas 1-D ...
Chinen duduk diposisinya sekarang. Mendengarkan guru yang sedang menjelaskan didepan kelas tanpa berkedip sekalipun. Namun pikirannya tak terfokus pada pelajaran dan tulisan – tulisan yang tertera di papan tulis. Pikirannya melayang ke sosok gadis tempo hari yang berdiri di persimpangan Shibuya sambil membawa sebuah bungkusan dari toko roti didepannya. Ia ingin kelas cepat – cepat berakhir agar ia bisa segera bertemu dengan gadis itu lagi. Ingin sekali rasanya ia menyapa gadis itu dan mengajaknya berkenalan, namun ia bingung dan malu. Ia takut paparazi akan tahu dan ia di gosipkan berpacaran, kemudian di depak dari Johnny’s.
Miyaki Sensei, guru Fisika yang sedang mengajar didepan kelas segera memberikan tugas dari buku paket sedangkan ia harus segera meninggalkan kelas karena ada rapat dengan kepala yayasan sekolah. Ini waktu yang tepat bagi Chinen mengeluarkan gulungan kertas yang tempo hari diunjukkan oleh Yuto dan Yamada.
Name : Kanazawa Y.
Birthplace : Iruma, Saitama Prefecture, Japan
Birth date : August 20, 1993
Gender : Female
Original school : Seoul Art High School, Seoul, South Korea
Blood Type : O
Height : 157 cm
Weight : 42 kg
Family : Father, mother, and an old brother
New class : 1-A
Important subject: Math, English, and IT
Sideline subject : PE
Time activity : wake up at 7 o’clock and going to school at 08.10
Sufferer : nothing response from hospital and parents
Destination university : Tokyo Daigaku, IT
....
Chinen memperhatikan setiap tulisan dengan detail sampai akhirnya ia hapal semua apa yang tertera dalam gulungan kertas yang sudah usang dan kumal.
”Chinen,” panggil Yamada berbisik dari tempatnya. ”Chinen,” ulangnya karena belum ada respon dari laki – laki berpostur mungil tersebut. 5-6 detik kemudian, Chinen menengadahkan kepalanya kearah Yamada.
”Ada apa Yama-chan ?” tanyanya tersenyum.
”Apa yang kau lakukan ? kau tak sedang mengerjakan tugas Miyaki Sensei, kan ?” tanya Yamada yang masih berbisik. Chinen menggeleng. ”Apa yang kau lakukan ?” tanyanya lagi.
Chinen menunjukkan gulungan kertas yang berada ditangannya. ”Ini untukku, ya ?”
”Apa itu ?” tanya Yamada.
”Gulungan kertas tempo hari yang kau dan Yuto tunjukkan,”
”Terserah kau, asalkan jangan beritahu yang lain. Itu hanya gulungan kertas tak berguna,” jawab Yamada mengangguk.
”Arigatou gonzaimasu, Yama-chan ...” ucap Chinen tersenyum.
Kini Yuto yang menoleh kearah kedua temannya. ”Yama-chan, Chinen ... nomor tiga bagaimana caranya ?” tanya Yuto khawatir sambil berbisik.
”Hah ?”
”Nomor tiga soal dari Miyaki Sensei,” ulang Yuto. Chinen dan Yamada dengan kompak mengangkat kedua bahu masing – masing. Yuto menggerutu pelan.
©©©
Bel pulang menjerit nyaring, Chinen segera berlari meninggalkan gedung sekolah menuju persimpangan Shibuya sebelum Yuto dan Yamada memanggilnya untuk mengajak pulang bersama.
Ia pasti sudah berdiri ditempat itu lagi, itu pasti !
Sesampainya di persimpangan Shibuya, Chinen mengintip dari balik tiang lampu jalanan kearah depan toko roti. Ya, gadis yang ia tunggu memang sudah berdiri disana sebelum ia datang. Kali ini ia berdiri didepan toko tersebut bersama temannya, sepertinya ia pernah melihat temannya itu tapi ia lupa dimana. Keduanya sama – sama mengenakan pakaian yang sama, seragam sekolah yang sama, dan lambang sekolahnya sama dengan Chinen. Dia murid Horikoshi ! Mata Chinen terus tertuju pada sosok tersebut. Elok.
Hanya membutuhkan waktu 5 menit dan akhirnya gadis itu benar – benar sendiri didepan toko roti. Ia berdiri beberapa menit demi menanti entah siapa, Chinen tak tahu.
Tepat pukul 4, sebuah sepeda motor merah berhenti didepan gadis itu. Pengemudinya membuka kaca helm-nya dan tersenyum pada gadis itu. Gadis itu mendekat dan membonceng dibelakangnya. Chinen kembali diam. Matanya terus tertuju pada sosok dua manusia yang kini berada harus menanti lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Tepat didepan mata Chinen keduanya saat ini. Ia melihat dengan jelas keduanya berbincang dengan hangatnya. Apa mereka sepasang kekasih ?
Chinen sampai dirumah pukul 5 lewat, membuat sang Ibu khawatir dengan keterlambatannya.
”Yuuri, kemana saja kau ? mengapa akhir – akhir ini kau pulang telat ?” tanya Nyonya Chinen *jujur nggak enak nyebutinnya !*.
”Gomen ne, okaasan. Aku pulang telat lagi,” jawab Chinen datar. Ia menaiki anak tangga menuju lantai atas tempat kamarya berada. Sebelumnya ia bertemu dengan sang kakak, Sayuri, yang sedang menelepon namun ia tak menyapa kakaknya. Ia masuk ke dalam kamarnya begitu saja. Menyisakan tanda tanya pada benak sang Ibu.
Kediaman keluarga Kanazawa ...
Yuuri masuk ke dapur untuk mengambil minum ketika sang ibu sedang sibuk menyisihkan wonton untuk membuat gyoza sebagai makan malam.
”Malam ini menu kita apa, Bu ? gyoza ?” tanya Yuuri setelah meneguk air putih.
”Ya. Ibu harap kau akan makan banyak hari ini agar bisa belajar dengan baik,”
”Terima kasih, bu ...” ucap Yuuri tersenyum. Ia duduk disamping Ibunya yang sibuk membuat gyoza.
”Bagaimana hari pertamamu disekolah ? apa kau sudah mendapatkan teman baru ?” tanya Nyonya Kanazawa.
”Tak ada yang berubah seperti dahulu, aku mendapatkan teman baru. Namanya Yamada Riku, ia tinggal tak jauh dari sini, hanya berbeda kompleks saja,” jawab Yuuri yang memainkan wonton dengan sumpit.
”Lain kali ajak ia main ke rumah agar Ibu bisa mengenalnya,” pinta Nyonya Kanazawa.
”Ya, lain kali aku akan mengajaknya. Tenang saja, Bu ...” Yuuri menjatuhkan kepalanya diatas meja dapur. Matanya memandang langit – langit dapur. ”Ibu, aku keluar sebentar ya ?” izin Yuuri.
”Ingin kemana kau malam – malam begini, Nak ? sebentar lagi makan malam,” tanya Nyonya Kanazawa.
”Aku hanya ingin membeli perlengkapan alat tulis. Punyaku sudah rusak semua, Bu. Aku akan pulang cepat, tenang saja,” jelas Yuuri yang langsung mengenakan mantelnya dan keluar rumah. ”Aku pergi !” ia segera berlari keluar rumah menuju sebuah toko buku di persimpangan Shibuya.
Sesampainya di toko buku, ia segera mengambil barang – barang yang dibutuhkannya dan membayarnya di kasir. Hanya membutuhkan waktu 30 menit ia sudah mendapatkan semua yang ia perlukan, ia pun segera berjalan pergi keluar toko buku. Baru berjalan beberapa langkah, tiba – tiba hujan turun dengan derasnya sehingga membuat ia berlari mencari tempat berteduh. Ia berteduh didepan sebuah toko. Sendiri. Beberapa detik kemudian, seseorang berlari kearah toko tersebut untuk ikut berteduh, hampir saja menabraknya.
”Gomen ne ...” ucap orang tersebut sambil mengusap – usap rambutnya yang basah terkena hujan.
Yuuri hanya tersenyum menanggapinya. Ketika orang tersebut mengangkat wajahnya, Yuuri sempat terkesiap. Orang yang disampingnya bodohnya juga melakukan yang sama. Dua – duanya sama – sama diam dengan pikiran masing – masing.
”Maaf, sepertinya kau merupakan salah satu siswa di Horikoshi, benarkah ?” tanya orang itu.
”Eh ? he’eh. Aku baru saja pindah,” jaab Yuuri pelan.
”Kenalkan. Chinen Yuuri desu, kelas 1-D,” laki – laki itu mengulurkan tangannya kearah Yuuri.
”Kanazawa Yuuri desu, kelas 1-A ...” balas Yuuri sambil menyambut uluran tangan Chinen.
”Jadi namamu ’Yuuri’ juga ?” tanya Chinen tak percaya. Yuuri tersenyum dan mengangguk kecil.
”Kita berteman ?” tawar Chinen.
”Bisakah ? bukankah Horikoshi melarang ...” ”Kita bisa berteman di luar sekolah, kau keberatan ?“ tanya Chinen.
Yuuri terdiam sesaat, kemudian ia mengangguk kecil. ”Jadi aku bisa memanggilmu dengan ...” ”Yuuri,” jawab Yuuri polos. ”Bagaimana denganku ?” tanya Yuuri.
”Kau cukup memanggilku dengan sebutan : ’Chii’,” jawab Chinen.
”Chii~” praktek Yuuri dengan tampang polos. Chinen langsung tertawa mendengarnya. ”Kawaii~” puji Chinen sambil tersenyum lebar. Yuuri tersenyum.
”Sepertinya aku pernah mendengar kepindahanmu dan pernah membaca sedikit tentang datamu. Sebelumnya kau bersekolah di Seoul Art High School, benarkah ?” tanya Chinen.
”Darimana kau mendapatkan data kepindahanku ?” Yuuri berbalik bertanya.
”Oh itu, Yuto dan Yama-chan menemukannya di tong sampah depan ruang kepala sekolah. Mereka memberikannya untukku, errrr sebenarnya aku yang memintanya dari mereka,” jawab Chinen malu. Yuuri hanya mengangguk pendek, keduanya pun kembali berbincang.
Entah mengapa sejak hari itu, keduanya semakin akrab. Di sekolah, terkadang Chinen sempat mengirimkan sepucuk surat ketika pelajaran di audio untuk Yuuri. Entah mengapa, karena kedekatan mereka sebagai teman membuat perasaan mereka berubah menjadi ... cinta.
Sore yang cerah, Chinen menanti kedatangan Yuuri tepat di persimpangan Shibuya. Mereka memang sengaja bertemu ditempat itu untuk pulang bersama. Jika mereka pulang bersama dari sekolah, mereka akan kena sanksi dari sekolah. Yuuri pulang bersama Riku.
”Sampai jumpa, Yuuri~”
”Sampi jumpa, Riku ! Hati – hati di jalan !” keduanya saling bertukar lambaian tangan. Riku pun berjalan kearah kiri sedangkan Yuuri berjalan kearah kanan. Baru beberapa langkah, seseorang memanggil namanya, membuatnya harus memutar balik tubuhnya.
Chinen berdiri dibelakangnya sambil tersenyum. ”Yuuri-chan,” panggilnya terkekeh pelan. Yuuri tersenyum membalas panggilan tersebut.
”Maaf membuatmu lama menunggu,” kata Yuuri tersenyum sambil melangkah mendekati Chinen.
”Bukan masalah, ayo ... kemana kita sekarang ?” jawab Chinen sekaligus bertanya.
”Taman bermain ...” jawab Yuuri tersenyum lebar. Chinen mengangguk. Keduanya pun melangkahkan kaki menuju taman bermain kota. Sebelumnya, Yuuri membeli dua batang es krim vanilla, satu untuknya dan satu untuk Chinen.
Yuuri baru menggigit es krimnya, tiba – tiba terdengar seperti suara dua kendaraan saling beradu di tengah jalan yang ramai. Semua orang langsung menoleh kearah suara gaduh tersebut, mengerubunginya dengan heboh. Yuuri dan Chinen saling berpandangan, keduanya pun berjalan mendekati kerumunan tersebut. Entah mengapa tiba – tiba jantung Yuuri berdegup begitu cepat ketika melihat sebuah helm berwarna putih dengan lambang huruf ’R & Y’ seperti helm yang dimiliki oleh Ryuuichi, kakaknya. Ia pun segera menyelip kedalam kerumunan agar dapat melihat lebih jelas siap yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas.
Es krimnya jatuh ke aspal ketika ia melihat siapa korban kecelakaan yang kedua. Tubuhnya memang terjepit motornya sendiri, darahnya megalir deras dari arah pelipis. Yuuri berlari kearah korban tersebut tanpa bisa dicegah oleh orang – orang disekitar terutama Chinen. Matanya dalam basah seketika. Air matanya mengalir deras dalam waktu singkat. Itu Ryuuichi ! kakaknya yang amat ia sayangi. Isaknya semakin tak terhentikan selagi ia memeluk tubuh Ryuuichi. Chinen dan orang – oarng disekitar membantunya untuk mengangkat motor yang menindihi tubuh Ryuuichi. Pelukan Yuuri semakin erat setelah motor dipindahkan ke pinggir jalan.
Kurang dari 30 menit, mobil ambulance datang menuju TKP bersama polisi. Ryuuichi dibawa ke RS sedangkan Yuuri dan Chinen ikut mengantar. Nyonya dan Tuan Kanazawa segera datang menyusul ke RS. Kedatangan kedua orang tua Kanazawa membuat para dokter mau tak mau mengatakan sejujurnya mengenai keadaan Ryuuichi.
”Gomenasai ... kami sudah berusaha keras mempertahankan keadaanya agar lebih baik. Tapi ... sekali lagi gomenasai sensei, pasien Kanazawa Ryuuichi tak terselamatkan ...”
Mendengar kalimat tersebut, Nyonya Kanazawa hampir saja pingsan, sedangkan tangisan Yuuri menjadi – jadi. Untunglah sosok Chinen berada disampingnya. Ia membantu Yuuri untuk tetap tegar dalam dekapannya.
Kanazawa Ryuuichi telah pergi ke pangkuan Yang Maha Kuasa untuk selamanya. Ia meninggalkan cinta untum orang – orang disekitarnya ... selamat jalan Ryuu-san ...
Pemakaman Ryuuichi dilaksanakan begitu ramai. Seluruh anggota keluarga besar Kanazawa dan Kisaki hadir dalam pemakaman tersebut. Wajah Ryuuichi begitu tenang dan lembut. Untuk terakhir kalinya, Yuuri mengecup kedua pipi Ryuuichi dan kening kakaknya. Ini untuk terakhir kali bagi dirinya. Chinen juga ikut menghadiri pemakaman tersebut.
Setelah proses pemakaman selesai, Yuuri dan Chinen duduk dibangku taman.
”Ryuu-san pergi ...” desah Yuuri lirih. Chinen merangkul Yuuri.
”Relakanlah ia pergi, jika tidak ia akan pergi dengan kesedihan ...” bisik Chinen. Yuuri menjatuhkan kepalanya dipundak Chinen.
”Tak ada lagi orang yang mengingatkaku untuk tak memakan banyak gyoza saat makan malam, tak ada lagi orang yang selalu bersedia memberikanku vanilla cake padahal itu jatahnya ...”
”Ryuu-san akan selalu ada di hatimu. Percayalah, ia tak akan jauh dari hatimu. Ia selalu melihatmu dan mengawasimu dari atas sana,” jelas Chinen begitu dewasa. Yuuri terdiam.
”Kau ingat pertama kali pertemuanku dengan Ryuu-san di persimpangan Shibuya ?” tanya Chinen tiba – tiba kepada Yuuri. Yuuri menggeleng pelan.
”Saat itu aku benar – benar ingat jelas situasinya. Aku telah menantimu disana hampir satu jam lebih, kau datang telat dengan alasan Riku telah memintamu untuk menemaninya pergi ke perpustakaan. Saat itu, aku juga bersabar menantimu memesan dua potong vanilla cake. Tiba – tiba Ryuu-san datang mengandarai motornya. Ia baru pulang kuliah. Kau hampir saja pulang bersamanya sebelum akhirnya kau ingat ada aku saat itu ...”
”Kau memperkanalkan aku padanya. ryuu-san menyambutku dengan hangat, tak ku sangka ia begitu baik padaku. Kau mengatakan bahwa aku adalah teman spesialmu saat itu. Ketika kau pergi untuk membeli es krim, aku dan Ryuu-san sempat berbincang. Yang masih aku ingat dari perbincangan kita adalah pesannya kepadaku. Ia mengatakan : ’Baik – baiklah dengan adikku. Dia adalah adik pertama dan terakhir yang kumiliki seumur hidup ini. Dan buatlah ia terus tersenyum karena selama ia hidup, baru pertama kali aku melihatnya begitu bahagia, yaitu hari ini. Itu bukan karena aku, tapi karena kau, Chinen. Lindungilah selalu Yuuri, karena aku samat menyayanginya ... melebihi nyawaku sendiri,’ ” papar Chinen.
Yuuri mengangkat kepalanya dari pundak Chinen. ”Hontou ni ?” tanyanya. Chinen mengangguk kecil. Yuuri menghembuskan napasnya dengan berat. ”Aku benar – benar merindukannya,” bisik Yuuri pelan. Chinen tersenyum menatap gadis disampingnya, seakan menunjukkan betul perasaan ia terhadap gadis itu bahwa ia sangat menyayanginya. Dan di dalam hatinya tertanam sebuah janji, ia akan terus menjaga kepercayaan Ryuuichi kepadanya.
©©©
Beberapa bulan kemudian setelah kematian Ryuuichi ...
Kabar tak menyenangkan diterima Chinen siang itu ketika ia sedang sibuk berlatih dance di kantor Johnny’s, bahwa Yuuri siang ini juga akan pergi ke Hakkodate untuk mengikuti terapi. Sudah hampir 2 bulan Yuuri mengikuti terapi fisik karena ia cidera pada tulang belakangnya karena ia mengalami kecelakaan lalu lintas. Ini bukan untuk pertama kalinya bagi Yuuri untuk terapi, maka dari itu akhir – akhir ini Yuuri lebih banyak izin sekolah dan itu tandanya mengurangi kesempatan Chinen untuk bertemu dengan gadis pujaan hatinya.
Chinen mendapatkan sebuah pesan baru di ponselnya,
”Aku akan pulang musim panas, jangan tunggu aku jika vanilla belum meleleh ^^”
Chinen tersenyum membacanya, meski seperti itu belum ada perasaan lega dalam hatinya. Yuuri pergi ke Hakkodate lebih lama dibanding ketika ia pergi terapi ke Hiroshima.
Lama Chinen menanti kepulangan Yuuri, sampai akhirnya tiba juga bulan Agustus. Kerinduan Chinen memuncak dan ia pun memutuskan untuk pergi ke persimpangan Shibuya untuk menanti kepulangan Yuuri meskipun ia tak yakin Yuuri pulang hari ini, tanggal 20 Agustus. Tapi entah mengapa ia begitu yakin Yuuri pulang hari ini. Hari ulang tahun gadisnya.
Ia berdiri di sudut persimpangan. Masih mengenakan seragam sekolahnya. Bahkan ia merelakan kehilangan waktu berharganya untuk menyaksikan live interview Ohno Satoshi, Arashi yang tak pernah ia lewatkan sekalipun. Chinen menanti sampai langit benar – benar mendung.
Tiba – tiba ...
”Chii ?” panggil seseorang dari belakang. Chinen langsung membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara tersebut. Suara yang telah lama tak ia dengar. Kanazawa Yuuri ...
”Yuuri-chan ?” Chinen tersenyum melihat orang tersebut adalah Kanazawa Yuuri, sesuai dengan perkiraannya. Chinen langsung melompat dan memeluk Yuuri erat – erat.
”Apa yang terjadi ?” tanya Yuuri bingung setelah Chinen melepaskan pelukannya.
”Aku merindukanmu,” ujar Chinen malu – malu. Yuuri tersenyum mendengarnya.
”Oh iya, otanjoubi omodetto Yuuri-chan,” ucap Chinen yang tiba – tiba memberikan Yuuri sebatang bunga lily putih.
”Arigatou Chii~ aku tak tahu kalau kau masih mengingatnya,” ucap Yuuri bahagia. Chinen hanya tersenyum membiarkan Yuuri menciumi bunga tersebut.
”Eh ? hadiahnya hanya lily putih ?” goda Yuuri.
”Itu hanya hadiah pengalih,” jawab Chinen.
”Lantas, apa hadiah utamanya ?” tanya Yuuri penasaran.
Chinen tersenyum. ”O-re,” jawabnya. Yuuri membelalakkan matanya tak percaya dengan jawaban yang di lontarkan oleh Chinen. Chinen melangkah maju mendekati Yuuri yang masih terbengong – bengong mendengar jawaban singkat itu.
”Yuuri-chan, aishiteru ...” bisik Chinen yang menunduk kearah wajah Yuuri. Ia mengecup lembut bibir Yuuri *mupeng saya yang ngetik !*, lama ... hingga mereka tak meyadari bahwa hujan mulai turun membasahi dunia.
”Anata ni aeta yokatta,” ujar Yuuri pelan.
”Ore mo ...” balas Chinen tersenyum.
©©©
hadiah ulang tahun yang ke-14 untuk diri sendiri
-rani-
A BIG THANKS TO THOSE GUYS!