Kun FamilyProfile
Name : Kun Family
Leader : Haji Amil
Likes : Chocolate, Strawberry and Coffe
No Ripping, Spamming and even Cursing!
Be what you are
Don't forget to give comments ! oh and this layout credit to :http://simpleprincess.choco-drops.com/
Thanks!
~Kun Brother :)
Yuri sampai di Korea beberapa jam kemudian. Setelah gadis itu mengurus bagasinya, ia segera mencari tempat duduk di ruang tunggu. Rupanya orang yang ia tunggu dating lebih lama dibanding jadwal yang telah mereka susun bersama. Yuri pun dengan sabar menantinya, sampai dating dua orang security mendekatinya. Yuri pun bangkit dari duduknya.
“Ya Tuhan … bicara apa security ini ? aku tak megerti bahasanya ! Pak – pak, tolong gunakan bahasa Inggris, lebih baik itu disbanding saya repot – repot membuka kamus bahasa korea demi mengerti apa yang kau katakan,” ujar Yuri kepada dua security tersebut dengan kesal.
Tiba – tiba, security itu mencengkram kedua lengan Yuri dibelakang punggung gadis itu dan membuat Yuri berusaha memberontak sekuat tenaganya.
Baru saja ia mengerang, muncul seorang gadis berlari kearah mereka dengan sebuah ransel berukuran besar dipunggungnya.
“Hya, songsaenim ! apa yang terjadi ?” tanya gadis yang tiba – tiba hadir ditengah – tengah keduanya. Security tersebut dan Yuri menoleh kearahnya.
”Nona ... apa Anda mengenal siapa dia ?” Tanya security tersebut sambil menuding kearah wajah Yuri dengan sebal.
“Tentu saja, dia sepupuku. Sebaiknya Anda mengatasi masalah ini dengan baik – baik. Ia beru saja datang dari ...” gadis itu melirik kearah paspor Yuri. ”... jepang. Ya jepang ! ia sama sekali tak paham bahasa korea, saya mohon katakan apa yang terjadi,”
”Maaf Nona, kami kira dia imigran ilegal. Maka dari itu kami menyergapnya. Kami mohon maaf sekali lagi,” ujar dua security tersebur melepaskan lengan Yuri dan membungkuk minta maaf kearahnya dan gadis asing tersebut. Security tersebut pergi entah kemana.
Yuri menoleh kearah gadis asing disebelahnya. ”Thank you for your helping,” ucap Yuri tersenyum kearah gadis tersebut.
”Tak masalah bagiku. Lain kali kau harus berhati – hati jika berada di korea. Korea gila,“ jawab gadis itu dengan bahasa jepangnya yang fasih sambil terkekeh pelan. Yuri ikut tersenyum.
”oh ya, siapa namamu ?” tanya gadis asing itu sambil mengulurkan tangannya kearah Yuri. Yuri membalas jabatan tangan tersebut. ”Yuri Nakamura, kau bisa memanggilku Yuri. Bagaimana denganmu ?”
”Han Raena. Lebih singkatnya kau bisa memanggilku Raena, senang berjumpa denganmu,” kata gadis itu tersenyum. Yuri ikut tersenyum. Keduanya mengambil posisi duduk dibagian tengah ruang tunggu. Keduanya saling bertukar cerita, mengingat Yuri adalah orang Jepang, maka Raena pun berbincang dengan Yuri menggunakan bahasa jepangnya yang sudah tidak begitu lancar, namun untungnya Yuri mengerti.
”Jadi kau datang ke korea hanya untuk melanjutkan sekolah ? begitu ?” tanya Raena.
”yah begitulah pastinya. Bagaimana denganmu ?”
“aku ? tentu saja aku datang kesini karena aku merindukan negara kelahiranku ! memangnya menurutmu apa ?” jawab Raena sambil tertawa.
”oh, jadi kau asli orang korea. Ku kira kau ini peranakan,”
”aku memang peranakan. Peranakan korea-prancis. Ibuku orang prancis, sedangkan ayahku orang korea asli. Aku datang kesini karena aku akan melanjutkan kuliahku disini,” jawab Raena bahagia. Yuri ikut tersenyum.
”lantas mengapa kau tak segera pulang ?” tanya Yuri penasaran. ”memangnya kau kira kembali ke kota kelahiran sendiri yang telah ditinggal selama hampir 7 tahun masih membuatmu ingat segalanya ? aku menanti seseorang yang berjanji akan menjemputku,” Yuri hanya mengangguk. Keduanya kembali berbincang sampai akhirnya seorang laki – laki bertubuh tinggi tegap datang bersama mobil Honda CRV-nya menjemput Raena.
”sepertinya kali ini kau akan sendirian lagi. Bagaimana jika kau ikut dengan kami ?” tawar Raena berbaik hati.
”oh tidak perlu, terima kasih. Lain kali saja. Lagi pula aku sudah memiliki nomor ponselmu, jadi aku dan kau bisa bertemu lain kali,“ tolak Yuri sopan. Laki – laki itu pun berjalan kearah Yuri dan Raena.
”raena ...” panggilnya pelan. Raena membalikkan tubuhnya dan tersenyum, ia menarik lengan laki – laki itu kearah keduanya. Awalnya Yuri kira laki – laki itu adalah kekasih Raena, rupanya ia salah menilai.
”Ini kakak angkatku, Cho Kyuhyun,” ujar Raena menarik lengan Kyuhyun lebih dekat. kyuhyun dan Yuri berjabat tangan sesaat.
”Oppa, dia teman baruku. Yuri Nakamura, dari Jepang,” jelas Raena yang kali ini dengan bahasa Koreanya yang lebih fasih. Kyuhyun tersenyum kearah Yuri.
”nica to meet you,” ”nice to meet you too,” jawab Yuri agak canggung. Kemudian Kyuhyun menarik lengan Raena keluar dari bandara. ”yuri ! sampai jumpa !” seru Raena yang terus diseret oleh Kyuhyun keluar bandara sambil melambaikan tangannya. Yuri membalas lambaian tangan tersebut dengan bersemangat. 15 menit kemudian, Yuri dijemput oleh Bibi Imamura.
Dengan secepat kilat, keesokan harinya Bibi Imamura membawa Yuri untuk mendaftarkan diri di sebuah universitas di Seoul. Untungnya, Yuri segera diterima di Kyunghee University jurusan menejemen.
Hari itu matahari bersinar terik sekali, membuat Yuri mau tak mau menerima topi berwarna merah dari Bibi Imamura. ”Seoul memang akan panas sekali dimusim panas, maka dari itu ... mungkin topi ini akan melindungimu dari sengatan matahari yang terik,” pesan Bibi Imamura ketika memberikan topi itu kepada Yuri. Yuri melangkahkan kakinya dengan lenggang menuju beranda Kyunghee University yang begitu luas.
Ia memasuki sebuah ruang kelas yang saat itu sudah dipenuhi oleh para mahasiswa.
”Yuriyah !” seru seseorang dengan logat Koreanya yang khas, membuat Yuri clingukan mencari pemilik suara tersebut. Di pojok sana, seorang gadis melambaikan tangan kearahnya sambil tersnyum. Yuri menyipitkan matanya, mencoba untuk memperhatikan lebih jelas sosok tersebut dan ... HAN RAENA. Spontan, Yuri membalas lambaian Raena tinggi – tinggi dan tersenyum. Ia pun berlari kearah gadis itu dengan senyuman yang tetap mengembang dibibirnya. Sesampainya disana, Raena segera menarik bangku kosong kesampingnya dan menepuk alasnya. ”Duduklah,” pintanya. Yuri mengangguk dan duduk ditempat yang telah disediakan oleh Raena.
”aku tak menyangka kita akan bertemu lagi disini,” ujar Raena bersemangat. Yuri ikut mengangguk. Tiba – tiba seorang laki – laki berlari kearah keduanya dengan heboh. ”Raena !” serunya dengan senyuman yang benar – benar terlihat amazing dimata para gadis. Raena dan Yuri mengangkat kepala dan menatap pria itu dengan seksama.
Hampir saja Yuri merasakan bahwa ia sedang mempermalukan dirinya dengan cara menutup mulut dengan kedua tangannya dan membelalakkan matanya karena terkesiap dengan sosok pria tersebut. Tampan, terlihat begitu sopan, dan begitu berkharisma.
”Kim Bumah ? Ya Tuhan ... orenmanida !” seru Raena yang bangkit dari duduknya. Keduanya berpelukan sesaat. ”aku tak pernah menyangka kau akan datang lagi ke Seoul. Berapa lama kau disini ?” tanya laki – laki yang tadi dipanggil dengan sebutan Kim Bum oleh Raena. ”Selama mungkin,” jawab Raena tersenyum. Kemudian Raena berpaling kearah Yuri dan menarik lengan Yuri kearah Kim Bum.
”Kenalkan, dia teman baruku yang ku temui di bandara kemarin. Namanya Yuri Nakamura, dari Jepang,” kata Raena yang masih menggunakan bahasa Koreanya kearah Kim Bum. Kim Bum mengulurkan tangannya kearah Yuri, Yuri pun membalas uluran tangan tersebut.
”Kim Sang Bum. You can call me just with Kim Bum. Nice to meet you, I hope we can be as a good friend like me and Raena,” kata Kim Bum sambil tersenyum. Yuri ikut tersenyum.
“Yuri Nakamura. You can call me with Yuri, nice to meet you too and I hope so,” balas Yuri tersenyum. Raena ikut tersenyum melihat perkenalan singkat tersebut.hari – hari Yuri di Seoul pun terasa cepat berlalu, bahkan hubungan pertemanannya antara Raena dan Kim Bum semakin akrab. Dan dalam waktu 2 bulan, bahasa Koreanya sudah sedikit demi sedikit membaik, tak seperti sebelumnya. Berkat bantuan Raena dan Kim Bum, ia pun kini bisa mencintai mata kuliahnya dengan baik, bahkan nilai – nilai IP-nya pun melesat dengan baik.
Sore yang cerah, meskipun awan kini telah berubah warna menjadi oranye, namun bukanlah akhir bagi Raena dan Yuri untuk melakukan aktifitas. Raena mengajak Yuri untuk berkunjung ke rumahnya yang saat ini hanya ditempati olehnya dan Kyuhyun.
Raena membuka gerbang rumahnya dan mempersilahkan Yuri masuk terlebih dahulu. ”Maaf, rumahku berantakan ... maklumlah, hanya aku dan Kyu oppa,” jelas Raena malu. ”tak masalah.”
Yuri dipersilahkan untuk duduk di ruang keluarga, sedangkan Raena sendiri sibuk menyeduhkan teh untuk Yuri. Selama Raena berada di dapur, Yuri sibuk berpesta dengan matanya. Membiarkan matanya berkeliling ruangan yang tertata rapih dengan berbagai aneka keramik kelas atas dan rupanya ada sebuah rak besar berisi sebuah kaset. Yuri berjalan mendekati rak tersebut. Memang isinya berantakan, tapi ini semua berisi kaset game.
”Aku tak tau kau begitu menyukai game,” kata Yuri ketika Raena muncul kembali membawa nampan berisi teh.
”Oh itu, itu semua kaset game milik Kyu oppa. Ia adalah gaming yang handal. Tak akan pernah melepaskan waktu kosongnya hanya dengan membenamkan diri di kamar dan termenung memikirkan sesuatu yang tak jelas. Ia lebih baik merelakan waktu tidurnya dengan bermain game ketimbang sehari tak bermain game,” jelas Raena sambil meletakkan cangkir beserta teko berisi tehnya diatas meja. Keduanya pun berbincang sampai Kyuhyun pulang dengan keadaan gontai.
“Gwenchana ?” tanya Raena khawatir kepada Kyuhyun. Kyuhyun hanya mengangkat tangannya, menandakan bahwa ia baik – baik saja. Kyuhyun pun berjalan kembali menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan tertatih – tatih.
“Apa kedatanganku ini menganggunya ?” tanya Yuri hati – hati. “Hah ? oh, tentu saja tidak … mungkin ia hanya lelah, sudahlah tenang saja,” jelas Raena. Kemudian keduanya kembali berbincang.
Yuri memutuskan untuk mengunci dirinya sampai beberapa hari kedepan, namun sepertinya perutnya tak bisa berkompromi dengannya. Cacing diperutnya segera mengeluh untuk cepat – cepat diberi makan. Malam itu memang sudah larut, atau bahkan sudah bisa dikatakan pagi buta.
Yuri membuka pintunya, lalu berjalan mengendap – endap menuju dapur. ”Argh ... mengapa tidak sejak tadi mereka semua tidur ? aduh ... benar – benar menyebalkan membuat perutku harus menanti berjam – jam demi mendapatkan makanan. Yara sialan,” gerutu Yuri pada dirinya sendiri. Ia pun membuka lemari makanan dan mengambil beberapa lembar roti dan mengolesnya dengan selai dan melahapnya dengan segera. Belum cukup perutnya terisi, ia pun memasak mie instan yang tersedia didalam lemari makanan.
”Yuri ?” panggil seseorang yang membuat dirinya terkejut sehingga sumpit yang dibawanya jatuh ke lantai.
”Ryosuke ? Apa yang kau lakukan malam – malam begini ? Bukankah kau sudah tertidur sejak tadi ?” tanya Yuri bingung. Ia memungut sumpitnya dan segera mengambil sumpit baru. Ryosuke mengambil posisi duduk diseberang tempat Yuri duduk.
Ia tersenyum menatapi gadis diseberangnya yang sekarang sedang sibuk melahap habis mie dalam mangkuk besarnya. ”berapa lama kau tak makan ?” tanya Ryosuke usil.
”Bukan urusanmu,” jawab Yuri dengan mulut penuh dengan mie. Ryosuke menahan tawa.
”Beginikah cara barumu ketika menyapa sepupumu yang jauh – jauh datang dari Hokkaido ke Tokyo hanya untuk bertemu dengan Yuri-tersayang-nya ?” goda Ryosuke. Yuri melemparnya dengan sumpit dan segera menggerutu.
”Mengapa kau tak tidur ? ini sudah lewat dari jam tidurmu bukan ?” tanya Yuri yang masih sibuk dengan mie-nya.
”Jam tidurku memang sudah terlewat. Kau tahu jam berapa sekarang ini ? sudah jam 3 pagi, tentu saja aku tak bisa tidur dengan nyenyak kalau mendengar suara berisik dari dapur,” jelas Ryosuke.
”Aku sama sekali tak percaya,” celetuk Yuri acuh tak acuh. Ryosuke menjitak kepala Yuri sambil tersenyum.
”Kau benar – benar membuatku begitu merindukan seorang Yuri Nakamura. Aku sangat merindukanmu oneechan,” kata Ryosuke yang kemudian pergi meninggalkan Yuri sendiri di ruang makan.
Sepeninggalan Ryosuke, Yuri terus memikirkan kata – kata Ryosuke. Aku sangat merindukanmu oneechan ... ia tersenyum sendiri untuk kesekian kalinya. Saking kenyangnya, Yuri sampai ketiduran di ruang makan sampai pagi.
”Anak ini ... mengapa kebiasaan buruknya selalu terpelihara ? Yuri-chan ! Bangun ! Apa kau lupa hari ini kau masuk pagi ? Yuto sudah datang ! Bangun Yuri-chan !!” seru Nyonya Nakamura sambil mengguncangkan tubuh puteri sulungnya dengan sekuat tenaga.
”Haaaah ... ibu ... aku masih mengantuk,” desahnya yang masih menelungkupkan kepalanya.
”Yuri-chan, sudah jam berapa ini ? apa kau tak ingin berangkat kuliah ?” kali ini suara yang lebih berat angkat bicara. Dan tak salah lagi, pemilik suara itu adalah Tuan Nakamura, atau sang ayah. Yuri sama sekali tak beranjak bangun. ”Yuri-chan, ini sudah pukul 8 ...”
”APA ? JAM 8 ???” Yuri segera bangkit dari tidurnya sambil mengerjap – kerjapkan matanya. Ketika itu ia kembali terkejut untuk kedua kalinya karena di ruang makan itu sudah dipenuhi oleh banyak orang. Mulai dari Nyonya Nakamura yang sibuk membolak – balikkan telur mata sapinya dalam teflon, Tuan Nakamura yang sedang membaca koran dikursinya, Yara yang duduk diserong kanannya yang sedang mengolesi rotinya dengan selai sambil bersungut – sungut kearah kakaknya, Ryosuke yang duduk diseberangnya yang sedang meneguk susu, dan ... Yuto yang duduk disampingnya !
”Jangan harap aku akan membuat IP-mu bagus lagi jika kau masih tak berubah,” kata Yara sengit. Yuri mengerjap – kerjapkan matanya tak percaya. Lalu ia bangkit dari duduknya dan tersenyum salah tingkah ke semua orang. ”maaf, aku terlambat bangun ...” ujarnya malu sambil berkali – kali membungkukkan badannya.
”Lain kali kau harus merubah kebiasan bodoh ini,” omel Nyonya Nakamura sambil mengetuk kepala Yuri dengan sendok.
”Maafkan aku, bu,” bisik Yuri pelan sambil mengusap – usap kepalanya dan segera berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk segera mandi dan mempersiapkan diri.
15 menit kemudian, ia kembali muncul ke ruang makan dengan keadaan bersemangat. ”ayah, ibu aku berangkat !” serunya sambil mencomot roti milik Yara yang terisisa diatas piringnya dan kemudian mencium pipi kedua orang tuanya bergantian. Ia juga tak lupa mengacak – acak rambut Yara sebagai tanda ’sampai jumpa’ dan juga menjawil hidung Ryosuke.
”Hati – hati !” seru pasangan Nakamura dengan kompak. Yuri segera menghilang dari balik pintu rumah bersama Yuto yang ia seret – seret menuju mobilnya.
”Kita sudah telat, ayo segera tancap gas !” pinta Yuri yang sudah berada dibawah sabuk pengaman. Yuto hanya santai menstater mobil. “cepat sedikit !” Yuri membelalakkan matanya kearah Yuto. Laki – laki itu segera mematuhi Yuri.
Hari itu tak banyak yang terjadi pada Yuri. Sampai akhirnya tiba hari yang sama sekali tak ia bayangkan sebelumnya. Ketika hari ulang tahun Yuto tiba dan laki – laki itu mengadakan pesta ulang tahun kecil – kecilan di apartemennya, Nakamura bersaudara diundang tanpa kehadiran Ryosuke yang saat itu sedang ikut Tuan Nakamura menuju Hiroshima untuk meeting dengan beberapa rekan kerjanya. Pesta itu terlihat meriah dengan kehadiran tamu 25 orang yang terdiri dari teman – teman terdekat Yuto. Ia memang memilih pesta kecil – kecilan, mengingat keluarga besarnya sudah pindah ke Amerika sejak 3 tahun yang lalu. Hanya ia sendiri yang tersisa di Jepang bersama apartemen, tabungan yang cukup banyak, dan juga mobil mewah kesayangannya.
Yuri dan Yuto duduk disebuah bangku panjang sambil menikmati segelas jus. Keduanya berbincang.
”Akhirnya kau berusia 22 tahun juga, aku tak menyangka akan secepat ini berpisah denganmu,” kata Yuri memeahkan keheningan.
Yuto terkekeh. ”jika aku boleh jujur, sebenarnya aku juga tak ingin segera berusia 23 tahun. Apa lagi mengingat kenyataan bahwa aku harus segera menyusul keluarga orang tuaku ke Amerika dan meninggalkan semua yang kumiliki di Jepang, terutama kau ...”
Yuri hanya tersenyum mendengar pengakuan Yuto. ”aku tahu ini berat. Tapi ini tentunya sudah diatur jauh – jauh hari oleh kedua orang tuamu dan aku yakin ini adalah hal yang terbaik untuk masa depanmu,”
”Tapi masa depanku sudah tertanam disini sejak dulu, Yuri …” kata Yuto kukuh. Yuri hanya diam mendengar pernyataan tersebut. Bagaimana tidak ? keduanya sejak usia 3 tahun dekat dan kini harus berpisah adalah sesuatu yang berat untuk kedua belah pihak.
Yuto langsung menggenggam kedua tangan Yuri, membuat adis itu tersentak akan perilaku Yuto. Keduanya saling bertatapan.
”Yuri-chan ...” panggil Yuto. Yuri-chan ? pikir Yuri dalam hati. Panggilan itu hanya digunakan oleh Yuto jika ia sedang ingin berbuat manis kepadanya. Tapi apa ini ? ”Yuri-chan ...” ulang Yuto sehingga membuat Yuri geram mendengarnya.
”... aishiteru ...”
Yuri langsung membelalakkan matanya ketika mendengar kata – kata itu keluar dari mulut Yuto.
”Yuri-chan ... aishiteru,” ulang Yuto yang kali ini terdengar lebih tegas. ”aku mencintaimu sejak dulu. Dan aku tak ingin kehilangan dirimu untuk kedua kalinya ...” lanjut Yuto yang kali ini benar – benar membuat bulu roma Yuri meremang mendengarnya.
”Yuri-chan ...” panggilnya lagi. Mendengar namanya dipanggil, ia serasa kembali ke alam sadar. ”... katakan apa kau mencintaiku atau tidak ?” pinta Yuto.
Yuri menelan ludahnya dengan susah payah. Ia merasakan tenggorokannya benar – benar kering saat ini. ”Yuto ...” ia kembali mengatur napasnya dengan susah payah. ”... jika aku boleh jujur. Sejujur – jujurnya aku, ... aku juga mencintaimu,” lanjut Yuri. Yuto tersenyum bahagia mendengarnya. ”tapi kumohon kau jangan bahagia terlebih dahulu. Jangan lupa jika kenyataan jika ini akan berlanjut akan berubah menjadi sebuah hubungan yang panjang dan jauh. Aku tak ingin itu terjadi,” jelas Yuri yang menyusutkan senyuman Yuto.
”Maksudmu ?” tanya Yuto bingung.
”Bukan sebuah penolakan. Juga bukan sebuah hindaran dariku, tapi ini memang akan menjadi sesuatu yang berat bagiku, juga bagimu. Mengingat kau akan segera pergi meninggalkanku ke Amerika minggu depan dan kita tentunya tak akan bisa bertemu lagi ... kau juga tahu aku tak menyukai hubungan semacam long distance. Maka dari itu ...”
Yuto menatap Yuri menanti kelanjutan penjelasan gadis dihadapannya.
”... lebih baik kita berteman saja,” DEG !!! jantung Yuto seakan berhenti terdetak mendengar kalimat terakhir Yuri. Harapannya seakan kandas. Tapi apa boleh buat. Toh ini juga salah ia mengapa mengakui perasaan disaat yang tidak tepat.
”Gomen ...” bisik Yuri sambil meletakkan tangan kanannya dipipi Yuto. ”aku tahu kau kecewa, begitu pula denganku ...” lanjut Yuri sedih. Yuto menggenggam tangan Yuri dan memejamkan matanya sambil tersenyum.
”Tak apa, Yuri. Ini memang salahku. Tapi aku sudah cukup bahagia mendengar pengakuanmu ... aku akan terus mencintaimu, Yuri sampai kapan pun ...” jelas Yuto. Yuri tersenyum. Kemudian Yuto membuka matanya dan mendekati Yuri. Perlahan tapipasti, ia menyapukan sentuhan lembut dibibir Yuri. Untuk beberapa saat, Yuri diam dan tidak menghindar. Mungkin inilah kenangan dari Yuto sebelum ia pergi ke Amerika.
*********************************************************************************
Seminggu berjalan begitu cepat. Bahkan ia tak menyadari bahwa kini ketidakhadiran Yuto ke kampus karena laki – laki itu sudah berangkat ke Amerika lebih cepat daripada dugaannya. Yuri mendapatkan kabar bahwa Yuto sudah berangkat ke Amerika dari surat yang diberikan oleh Yara. Kata adiknya, surat itu sampai sehari yang lalu ketika Yuri kembali mengunci dirinya dikamar dan belum ada seorangpun yang berani membuka surat itu. Itu surat dari Yuto. Berisi permintaan maaf karena ia tak sempat menyampaikan kepada Yuri bahwa ia harus segera berangkat ke Amerika.
Kini tinggallah ia sendiri bersama separuh hatinya yang terasa akan membeku dalam hitungan detik.
Hari itu mendung. Semendung hatinya yang masih tak mempercayai akan kepergian Yuto. Yuri duduk dibangku halaman belakang rumahnya. Tatapannya kosong. Tiba – tiba Ryosuke datang mendekatinya.
“Hei, Yuri !” panggilnya, namun tak disahut oleh sepupunya yang satu ini. “Yuri … Yuri … !!” ulang Ryosuke sambil melambaikan tangan tepat dihadapan wajah Yuri. 2-3 detik kemudian, gadis itu tersadar dari lamunannya.
“… ryosuke ? apa yang kau lakukan disini ?” tanyanya bingung mendapati sepupunya itu berjongkok dihadapannya sambil tersenyum.
”Sedang apa ? bukakah seharusnya pertanyaan itu ditujukan untukmu ? apa yang kau lakukan disini ? disiang bolong, sendirian pula ...” Ryosuke berbalik bertanya. Namun hanya seulas senyum dari Yuri sebagai jawabannya. ”Hei Yuri, aku sama sekali tak paham bahasa senyuman. Pakailah bahasa Jepang yang baik dan benar,” pinta Ryosuke yang kali ini sudah duduk disamping sepupunya.
”Sepertinya kau harus segera mengikuti les bahasa senyum, Ryo ...” gerutu Yuri.
”Memangnya ada ? dimana ?” tanya Ryosuke polos. Yuri memukul kepalanya dengan gemas.
”Tentu saja tak ada ! ada – ada saja kau ! jika ada juga pastinya tak akan laku !” jelas Yuri terkekeh. Ryosuke membentuk bibirnya huruf ’o’ dan mengangguk polos.
”Ngomong – ngomong, berapa lama kau akan tinggal di Tokyo ?” tanya Yuri penasaran.
”Kau ingin mengusirku ?” Ryosuke berbalik bertanya.
”Bukan begitu, maksudku ... aku hanya ingin kau lebih lama disini ketimbang kau harus kembali ke Hokkaido dan aku kembali berkutat bersama si perusuh Yara, huh ! menyebalkan !”
”Ya Tuhan, Yuri ! kau ini benar – benar keterlaluan ya ? kau dan yara itu adalah saudara kandung, mengapa kalian sama sekali tak akur sih sejak dahulu ?” tanya Ryosuke bingung.
”Aku memang dilahirkan untuk memiliki musuh bernama Yara Nakamura, bukan terlahir memiliki adik bernama Yara Nakamura !” jelas Yuri berapi – api. Ryosuke tertawa mendengarnya.
”Yuri-chan ! Kau ini keterlaluan sekali rupanya ...” ujarnya dalam tawa. Yuri hanya memanyunkan bibirnya. Entah mengapa, hatinya terasa hangat kembali ketika Ryosuke berada didekatnya. Apa mungkin ini ... ah tidak mungkin ! mana mungkin ia harus melakukan hal itu pada sepupunya sendiri. Meskipun Ryosuke adalah sepupu tirinya, namun ia harus tahu diri dengan hubungan tali persaudaraan. Keduanya kembali berbincang, dan sesekali tertawa riang.
*********************************************************************************
”Apa ? Besok dua hari lagi aku akan segera ke Korea ? Apa – apaan ini ? Tak mau !” elak Yuri yang melipat kedua tangannya didepan dada dengan sebal.
”Yuri ... kau harus melanjutkan sekolahmu disana. Disana ada sebuah sekolah khusus menejemen yang berkualitas bagus untuk masa depanmu, Nak,” jelas Tuan Nakamura bersabar.
”Ayah ... ayah tau sendiri bukan jika aku sama sekali tak menyukai segala hal yang berbau menejemen dan apalah itu ... ? sudah aku tegaskan berapa kali bahwa aku tak ingin memegang perusahaan itu, aku ingin menjadi seorang composer !” bantah Yuri.
”Yuri ... hanya kau tumpuan keluarga untuk memegang perusahaan. Jika bukan kau siapa lagi ? mana mungkin kami memberikan kepercayaan itu kepada Yara ? ia masih terlalu dini untuk memegang perusahaan, lagi pula ... kepemimpinannya sama sekali tak bisa dipertanggung jawabkan, berbeda denganmu yang tentunya sudah dewasa,” jelas Nyonya Nakamura yang angkat bicara kali ini.
”Ibu ... bukankah kalian bisa menanti Yara tiga sampai empat tahun kedepan untuk meneruskan perusahaan ? aku sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan perbisnisan keluarga,” keluh Yuri berulang kali.
”Anakku ... dengarlah baik – baik. Ini demi masa depan keluarga kita. Perekonomian keluarga besar Nakamura itu barada dibawah naungan perusahaan itu. Kakekmu telah berusaha keras membuat perusahaab itu kembali bangkit untuk kesekian kalinya. Lalu pamanmu, setelah pamanmu jatuh sakit … barulah ayah yang melanjutkan. Dan kini kau. Ayah sudah tua dan sudah beberapa kali di komplain karena kejelian mata ayah sudah mulai bermasalah, bagaimana jika keuangan perusahan merosot ? itu akan berakibat buruk bagi keluarga Nakamura. Ku mohon Nak, bantulah ayahmu ini … apa kau sama sekali tak sayang ayahmu ? apa kau sama sekali tak peduli dengan masa depan keluarga Nakamura ?”
Mendengar pernyataan tersebut, hati Yuri lama – lama meluluh. Mana mungkin ia sanggup menolak permintaan ayahnya. Sudah hampir 20 tahun lebih ia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari sang ayah, dan mungkin ini saatnya untuk membalas kebaikan sang ayah. Apa lagi yang bisa ia perbuat selain harus melanjutkan kepemimpinan perusahaan keluarga.
Akhirnya ... ”kapan aku berangkat ke Korea ?” tanya Yuri luluh.
Nyonya dan Tuan Nakamura saling bartatapan dan tersenyum. ”secepatnya, Nak. Minggu depan,”
Yuri keluar dari kamar orang tuanya dan segera berjalan menuju halaman belakang. Lagi – lagi ia bertemu dengan Ryosuke yang juga sedang duduk santai sambil membaca buku.
”Mengapa wajahmu kusut lagi ?” tanya Ryosuke ketika Yuri duduk disampingnya. ”masalah ?” tanya Ryosuke lagi.
Yuri diam dan menghembuskan napasnya dengan dramatis. ”aku akan pergi ke Korea minggu depan,” ujarnya tiba – tiba.
”Apa ? minggu depan ? tapi – tapi ...” “aku tak bias mengelaknya Ryo … ini demi keluarga kita,” potong Yuri. ”tapi kita baru saja memulai bersama – sama, Yuri,” lanjut Ryosuke.
Yuri mengangguk pelan. ”aku akan segera pulang demi kau, demi Ryosuke Yamada. Sepupu kesayanganku,” janji Yuri sambil mengacak – acak rambut Ryosuke sambil tersenyum. Keduanya pun kembali memperdebatkan kepergian Yuri ke Korea minggu depan.
Tak terasa, minggu depan pun tiba. Kini Yuri berdiri dibelakang dua kopor hitam besarnya. Tangannya memegang erat paspor dan tiket pesawat. Matanya panas dan berair. Kedua orang tuanya, Yara, dan Ryosuke kini berdiri derjajar dihadapannya. Mengantarnya pergi ke Korea.
”Cepatlah pulang, Nak. Kami akan merindukanmu,” isak Nyonya Nakamura dalam pelukan Yuri. Yuri hanya mengangguk, membiarkan air matanya juga ikut mengalir dengan derasnya. Kemudian ia melepas pelukan sanga ibu dan beralih pada sang ayah.
”Aku akan membawa nama baik keluarga, kau tak perlu khawatir lagi, yah. Aku menyayangimu,” janji Yuri yang kini memeluk sang ayah. Tuan Nakamura menepuk – nepuk pundak puteri sulungnya sambil mengehmbuskan napasnya dengan berat. ”Kembalilah dengan cepat, Nak,” pinta lelaki tua itu sambil mengusap – usap rambut anaknya. Yuri hanya mengangguk, lalu ia beralih pada adiknya.
Yara memasang tatapan seperti biasa. Sebal. Bosan. Muak. Dan segalanya. Hanya saja untuk hari ini bersikap berbeda. Tatapannya kearah sang kakak benar – benar sayu. Sehingga membuat Yuri ingin mengabadikan tatapan tersebut untuk dikenangnya.
”Aku tak ingin kehilanganmu, Yuri ! Meskipun kau adalah kakak yang menyebalkan, namun aku sangat menyayangimu ...” isak Yara. Keduanya saling berpelukan dan menangis.
”Terima kasih, Yara. Aku juga menyayangimu. Kita akan bertemu lagi. Aku hanya 5 tahun di Korea, dan aku janji akan kembali ke Tokyo ...” jelas Yuri menatap adiknya lekat – lekat. Untuk kedua kalinya, mereka kembali berpelukan. Setelah cukup, Yuri beralih kepada Ryosuke.
”Tepati janjimu dan segeralah pulang,” kata Ryosuke sambil memeluk Yuri. Yuri hanya mengangguk.
”Aku tak akan melupakanmu, Ryo. Kau sepupuku yang paling ku sayang didunia ini,” jawab Yuri terisak. Ryosuke hanya tersenyum.
”... aishiteru,” bisik Ryosuke sambil mendorong pelan tubuh Yuri agar menjauh darinya.
Yuri pun berjalan menuju pintu masuk lapangan penerbangan dengan pikiran kosong. Pramugari membantunya menaiki pesawat. Ia segera duduk dibangku sesuai nomor yang tercantum di tiket. 5 menit kemudian pesawat segera take off, meninggalkan bandara internasional Tokyo.
Pernah denger kisah tentang cinta segilima ? mungkin kedengarannya gila atau mustahil, tapi coba deh kalo kejadian ini terjadi sama kalian. Contohnya kisah yang satu ini. Sebuah kisah asli yang mungkin akan diubah menurut nama maupun lokasinya. Aku akan mencoba untuk menceritakan kisah cinta segilima, dimana seorang gadis keturunan murni Jepang ini mulai tumbuh di Negeri Matahari Terbit dan akhirnya pindah ke Negeri Sungai dan Pegunungan yang disulam diatas kain sutera.
Kisah ini berawal dari lima tahun yang lalu. Namanya Yuri Nakamura. Ia besar di bawah atap ibu kota Jepang. Terbiasa dengan hiruk – pikuknya kota Tokyo dan gemerlapnya malam Tokyo yang seakan tak pernah tidur meskipun waktu terus berjalan.
Kedua orang tuanya menaruh harapan besar padanya, agar suatu saat ketika ia besar ia bisa menjadi penerus perusahaan keluarganya yang saat ini sedang maju. Namun sepertinya ia sama sekali tak berminat dan lebih memilih untuk menekuni kesibukannya sebagai seorang composer. Lagu – lagu buatannya memang tak setenar namanya di perusahaan keluarganya, namun ia sangat mencintai perkejaannya saat ini. Terkadang, jika sang ayah mengajaknya ke kantor ia lebih memilih untuk segera melarikan diri dan menukar posisinya dengan sang adik, Yara.
Usianya kini menginjak 20 tahun. Usia yang tepat baginya untuk melanjutkan apa yang diinginkan oleh kedua orang tuanya. Mengingat ia juga mahasiswi lulusan fakultas menejemen, bukan hal yang sulit baginya untuk segera memimpin perusahaan. Namun tanpa sepengetahuan orang tuanya, ia menukar fakultasnya dengan sang adik yang terlebih dahulu memasuki fakultas kesenian. Disinilah ia kembali menemukan sosok teman masa kecilnya, Yuto Nakajima.
University of Tokyo ...
”Aku tak pernah tahu kau akan menjadi seorang presdir, kapan ?” tanya Yuto ketika keduanya sedang duduk disebuah bangku panjang taman kampus sepulang kuliah.
”Tak akan pernah,” jawabnya riangan sambil meneguk kembali air dalam botol yang ia bawa dari rumah.
”Tak akan ? Memangnya mengapa ? Ini hal yang sangat ’wow !‘ ... bahkan jika kau menjadi seorang presdir akupun turut bangga,“ tanya Yuto lagi.
Yuri mengernyitkan dahinya dan memasukkan botol minumnya kedalam tas sebelum Yuto merebutnya untuk menghabiskan sisa air dalam botol tersebut. ”Hei ! jangan bilang kau setuju kalau aku menjadi seorang presdir ! bukankah dulu kau selalu menyemangatiku untuk menjadi seorang composer. Lantas mengapa sekarang kau berubah pikiran seperti itu ?” tanya Yuri ketus.
Yuto tertawa melihat tingkah temannya yang satu ini. ”Baiklah aku akan terus mendukungmu sebagai composer,” katanya sambil menepuk – nepuk pundak Yuri. Yuri tersenyum dan memamerkan deretan giginya yang putih, lalu keduanya kembali sibuk berbincang sampai akhirnya percakapan memasuki topik sepupu jauh Yuri, Ryosuke Yamada, yang tinggal di Hokkaido.
”Ah ya, apa benar bocah itu akan datang berkunjung ke Tokyo musim ini ?” tanya Yuto penasaran.
”Hei, enak saja kau mengatakan dia itu bocah. Meskipun ia lebih muda dariku, namun dia selalu menjadi sepupuku yang baik. Terkadang jika aku mengingatnya ... membuat hatiku sakit. Dia itu anak pamanku dari istrinya yang ketiga. Ia juga sudah lama ditelantarkan oleh kedua orang tuanya. Nasibnya malang sekali ...“ papar Yuri menundukkan kepalanya. Yuto mengetuk – ketuk pelan kepala Yuri.
”Sudahlah ... jangan menjadi cengeng seperti itu. Toh, meskipun dia yang mengalaminya dia tetap tegar menjalani hidup ini,” jelas Yuto tenang. Ia merangkul Yuri dan menepuk pundak gadis itu berkali – kali agar tetap tegar, karena rupanya gadis itu sama sekali tak bisa mengubah kebiasaannya yang selalu meneteskan air mata setiap kali membahas sepupu jauhnya itu.
”HUEEEEE~ RYOSUKE ... !!!” seru Yuri keras – keras dan seketika membuat orang – orang disekeliling mereka menoleh. Mereka mengira Yuto telah menyakiti Yuri.
”Aduh Yuri ... berhentilah merengek, mereka akan mengiraku telah menyakitimu, sudahlah,” pinta Yuto sambil berusaha mendiamkan rengekan Yuri yang menjadi – jadi.
Kedekatan Yuri dengan Yuto bisa dikatakan lebih dari sebatas sahabat, karena pasalnya keduanya saling menyukai satu sama lain. Meskipun begitu, Yuto sama sekali tak punya nyali untuk mengakui perasaannya. Ia takut ditolak Yuri dan nantinya akan menghancurkan persahabatan mereka yang telah terjalin sejak dahulu.
Akhirnya, hari yang dinanti Yuri pun datang. Ryosuke sampai di Tokyo pada hari Rabu. Hari dimana Yuri sedang tak ada jadwal kuliah. Dan itu berarti ada kesempatan baginya untuk menjemput sepupunya itu di stasiun.
Pagi itu, Yuri telah rapih dan bersiap – siap mengenakan sepatunya ketika sang Ibu dan adiknya datang dari lantai atas rumahnya juga dengan rapih.
”Yuri, ingin kemana kau ?” tanya sang ibu yang kemudia meninggalkan keduan puterinya menuju dapur.
”Aku akan menjemput Ryosuke,” jawab Yuri dengan wajah berseri – seri.
”Untuk apa ? Ayah telah memintaku untuk menjemputnya terlebih dahulu,” elak Yara. Yuri segera menoleh sengit kearah adiknya yang satu itu.
”Ayah mengatakan itu ? Hah ... jangan mengada – ada Yara, semalam saja ayah yang memintaku untuk menjamput Ryosuke,” ujar Yuri tak mau kalah.
”Jadi ayah belum mengatakannya padamu ?” tanya Yara seolah menantang.
”Mengatakan apa ?” tanya Yuri yang bangkit dari duduknya.
Yara tersenyum mengejek. ”Ayah sudah tahu bahwa kau menukar fakultas denganku, dan dia juga sudah tau bahwa nilai menejemenmu itu adalah nilaiku. Mulai dari IP sampai nilai tugas, ia tahu siapa yang mengerjakannya. Dan ia juga akan segera mengirimmu ke Korea untuk melanjutkan kuliah menejemen dibawah pengawasan Bibi Imamura,” paparnya sambil meringis.
Yuri membelalakkan matanya. ”Siapa yang mengatakan itu semua pada ayah ?!” tanyanya kesal. Yara hanya memainkan matanya.
Yuri maju selangkah dan memegang kerah kaus Yara. ”Apa kau yang mengatakannya kepada ayah ?” tanyanya kepada Yara sambil menudingkan telunjuknya kearah adik semata wayangnya. Yara hanya bersikap acuh tak acuh. Karena kesal, Yuri mendorong Yara sahingga jatuh dan ia pun lari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Mengunci dirinya dan terus mengutuki adiknya dengan penuh amarah.
Pukul 10, Ryosuke dan Yara tiba di kediaman keluarga Nakamura disambut oleh Nyonya Nakamura dengan senang hati.
”Ryosuke, apa kabar ? Lama sekali tak jumpa, Nak,” sapa Nyonya Nakamura sambil memeluk kemenakannya.
”Kabar baik, bagaimana dengan Bibi sendiri ?” Ryosuke meletakkan tas ranselnya disamping sofa dan duduk dengan tenang. Yara mengambil posisi disamping Ryosuke.
”Kabar baik. Oh ya Yara, ajak Ryosuke ke kamarnya. Biarkan ia langsung beristirahat,” pinta Nyonya Nakamura. Yara dengan eloknya mengantar Ryosuke menuju kamarnya dilantai atas.
”Hei, kemana perginya Yuri ? Aku tak melihatnya sejak tadi. Bukankah hari ini ia tak ada jadwal kuliah ?” tanya Ryosuke kepada Yara.
”Yuri ? Huh ! Tak usah pedulikan dia, dia sama sekali tak membantu ayah dan ibu untuk melanjutkan masa depan perusahaan. Huh, dia benar – benar keterlaluan !”
”Sudahlah Yara. Ingat dia itu kakakmu, kakak kandungmu. Jangan usil terhadap kakakmu sendirilah,” kata Ryosuke mengingatkan Yara. Yara hanya meringis pelan, kemudian kembali menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Ryosuke berhenti didepan kamar Yuri yang tertutup. ”Ini kamar Yuri, kan ?” tanya Ryosuke yang menunjuk pintu kamar berwarna putih dengan tenangnya.
Yara hanya mengangguk sejenak, kemudian membukakan pintu kamar yang berada diseberang kamar kakaknya. ”Ryo ... ini kamarmu. Aku letakkan tasmu disini ya ?”
”Oh ya, terima kasih Yara. Baik sekali kau,” puji Ryosuke tulus. Yara hanya tersenyum. ”Kalau begitu beristirahatlah, aku akan turun ke bawah untuk membantu ibu menyiapkan makan siang,” kata Yara yang kemudian kembali menuruni anak tangga menuju dapur.
Ryosuke kembali menatap pintu kamar Yuri yang masih tertutup dengan rapatnya. Haruskah ia mengetuk pintu tersebut dan menyapa Yuri ? Ah tidak, sepertinya ia harus masuk ke dalam kamarnya. Ia bisa lain kali menyapa Yuri. Akhirnya ia pun masuk ke dalam kamarnya.
A BIG THANKS TO THOSE GUYS!